Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mudahnya Anak Jadi Korban Cyber Sex

12 November 2014   23:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:57 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Kompetisi Menulis Stop Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Anak Indonesia”

Latar Belakang:

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun menyerukan stop kekerasan terhadap anak perempuan dalam bentuk apapun. Teman ini dipertegas dalam rangka Hari Anak Perempuan Sedunia yang jatuh pada 11 Oktober.

Korban utamanya adalah anak-anak dan perempuan yang paling rentan menjadi korban trafficking dan ekspolitasi.

Menurut catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dari Januari hingga Agustus 2014 terdapat 621 kasus kejahatan seksual, meningkat dari 2013 sebanyak 590 kasus. Ini tidak termasuk kejahatan yang tidak dilaporkan sama sekali. Hal ini merupakan “gunung es” yang sewaktu-waktu meledak dan menimbulkan kegoncangan.

Selain dilacurkan, anak-anak juga sering menjadi korban kejahatan seksual dalam bentuk lain seperti kasus sodomi. Berdasarkan catatan dari ECPAT (End Child Pronography and Trafficing of Children for Sexual Purposes), di Indonesia, jumlah ada 150 anak dilacurkan sebagaina besar berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah.

Dari segi Perlindungan anak, negara telah membuat Undang-Undang (UU) Nomer 23/2002 tentang Perlindung Anak dan revisinya disahkan oleh DPR tanggal 25 September 2014. Sayang revisi ini tercakup perspektif Konvensi Hak Anak (KHA).

Issuebesar Penyebab anak jadi korban sexual:

14158355592082302174
14158355592082302174

Menyoroti apa yang terjadi pada akhir-akhir tahun 2014 terhadap kekerasan dan exploitasi anak baik itu di sekolah maupun di jalan,saya ingin juga memperlihatkan potret bagaimana anak dapat terjebak jadi korban pedofil atau kekerasan sex di sekitar tempat tinggal saya.

Dibalik tembok rumah-rumah kluster yang sangat dijaga keamannya, terdapat banyak rumah petak, rumah kontrakan, rumah kayu asal menempel pada bangunan.Di sini rumah itu dihuni oleh keluarga dari ekonomi kelas bawah.

Diantaranya terdapat ayahnya yang bekerja sebagai buruh bangunan.Ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga.Anak dititipkan kepada tetangga.Bahkan ada suami istri yang bekerja sebagai pemulung. Anak-anaknya diajak untuk bekerja sebagai pemulung.

Saat orangtua bekerja, anak-anak itu diajak teman-temannya ke warnet.Ajakan itu disertai dengan janji diberikan gratis dibayarin biaya ke warnet oleh orang yang baru saja dikenalnya. Dalam kepolosan anak itu, diajaklah anak itu masuk ke warnet.Diajak untuk mengakses situs porno yangbelum dipahaminya. Saat anak itu sudah masuk dalam dunia kekerasan seksual online maka selanjutnya tinggal menjadi korban.

Begitu mereka terjerat untuk menjadi mangsa dari “dunia sex”.Mereka diajak untuk mengekspos foto-foto telanjang untuk kepentingan sex.Chatting untuk memperjual belikan sex dengan cara dibujuk, cara ini sering disebut cyber sex.

Belum lagi, anak-anak ini adalah kedua orangtuanya bekerja, ada yang single parent, anak yang ditelantarkan oleh keluarganya hanya diasuh oleh nenek, mereka dengan mudah jadi korban pedofil yang sangat menyukai sex anak. Mula-mula diberikan bantuan yang diperlukan oleh anak, uang, barang.Lalu mereka diajak untuk berbuat sex.

Mengagetkan untuk mengetahuibahwaIndonesia menjadi salah satu negara dengan pengguna internet terbesar di dunia. Hal ini terlihat dari hasil survey oleh internetworldstat.com pada tahun  2012, Indonesia masuk  sepuluh besar pengguna internet terbesar di dunia. Kebebasan mengakses internet di Indonesia tentunya membuat semua lapisan masyarakat dengan berbagai level pendidikan dapat secara mudah mengakses internet

Stop Kekerasan dan exploitasi sexual Anak Indonesia:

Perlu kesadaran dan gerakan kebersamaan dalam memerangi kekerasan dan exploitasi sexual anak Indonesia.Bukan hanya orangtua, tetapi semua pihak, sekolah, pemerintah , lembaga ikut berperan aktif dalam usaha ini.


  • Negara sudah melindungi anak dari kejahatan sexual.Namun, bagi pelaku sexual , penegak hukum mempunyai kendala untuk proses penyidikan dan penuntutan. Oleh karena itu diperlukan penegak hukum yang memiliki sensitivitas terhadap korban dan terlatih untuk menangani kasus pelecehan dan kekerasan sexual anak.

  • Hukum Nasional Indonesia khususnya yang melindungi anak masih bertubrukan dengan hukum acaranya (KUHAP). Hukum Nasional melindungi korban sementara hukum KUHAP masih berpihak kepada pelaku.Diperlukan sinkronisasi agar hukum benar-benar melindungi secara penuh terhadap korban.

  • Setelah Indonesia meratifikasi Optional Protokol Konvensi Hak Anak tentang Penjualan Anak, Pelacuran Anak, dan Pornografi anak melalui Undang-Undang No. 10/2012 belum ada langkah-langkah legislasi nasional untuk melakukan harmonisasi dalam hukum perlindungan anak di Indonesia. Hukum nasional di bidang perlindungan anak dibiarkan ‘berserakan” dan “kehilangan arah”.

  • Para pendidik, orangtua, guru, sekolah hendaknya memberikan sosialisasi bahayanyaKekerasan Sexual melalui online atau cyber.Langkah-langkah sosialisasi harus terus didengunkan.Unicef telah membuat sosialisasi yang sangat mudah untuk dimengerti tentang bahanya anak balita untuk tidak gampang terjebak berkenalan dengan orang asing.

  • Kementrian Komunikasi dan Informasi memiliki peran strategis dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual online. Peran ini sudah mereka lakukan, namun penapisan terhadap konten seksual online ternyata hanya sebatas pada konten-konten yang mereka berhasil  pantau.

Sumber refererensi:

http://pinkkorset.com/2014/10/11/stop-kekerasan-pada-anak-perempuan/

http://business-law.binus.ac.id/2014/01/03/kekerasan-seksual-online-pada-anak-di-indonesia-sebuah-respon-atas-kebijakan-negara/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun