Pada tahun 2006, saya dan keluarga berwisata ke Malang melalui Surabaya. Kami menginap semalam di Surabaya. Esoknya meneruskan perjalanan dari Surabaya menuju Malang melalui Sidoarjo dengan mobil sewa.
Saat melalui Sidoardjo, mata saya takjub dan heran, serta tidak berhenti melihat bagaimana lumpur-lumpur itu bisa meninggi dan membuat rumah, pabrik dan seluruh aset tergenang oleh lumpur. Hampir 50% digenangi oleh lumpur.
Bagi saya, ini pertama kali melihat lumpur Sidoarjo. Saya bukan ahli geologi. Sehingga pertanyaan-pertanyaan itu hanya membuncah di hati saja. Saya tak pernah memahami bagaimana lumpur Lapindo itu bisa ganas keluar tanpa bisa dikendalikan. Kenapa para geologi dan pemerintah masih juga tak mampu untuk menghentikannya. Saya makin penasaran untuk mengikuti tanpa bisa membantu apa-apa.
Barangkali saya hanya berpikir sederhana, kenapa hal itu bisa terjadi? Apakah ini kesalahan alam atau kesalahan manusia.
Jika itu kesalahan alam, siapa yang pertama kali menggali sumur yang ingin dijadikan sasaran untuk gas alam itu?Â
Jika itu kesalahan manusia, mengapa tidak ada contigency action jika sesuatu salah dilakukan, apakah itu dibiarkan sampai kapan?Â
Pertanyaan itu terus mendengung tanpa bisa mendapat jawaban.
Namun, derasnya pertanyaan yang belum juga terjawab. Saya dikagetkan sekali lagi oleh suatu rencana untuk penggalian izin pengeboran baru kepada PT. Lapindo Brantas di area Desa Kedungbanteng dan Banjrasri Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo. Lokasi dea yang akan dibor oleh Lapindo itu hanay berjarak 20-50 meter dari pemukiman warga dan 1 kilometer dar dari pusat semburan lumpur yang sampai saat ini masih aktif
Menurut pakar geologi, wilayah Porong dan Tanggulangin terdapat patahan tanah mulai dari watukosek gunung Penanggungan hingga Madura yang akan mudah terjadi semburan lumpur dengan sendirinya jika terjadi tekanan atau gesekan.
Semburan Lapindo tahun 2006 masih menyembur hingga sekarang . Sudah ribuan rumah ,sawah dan puluha ribu warga terusir dari desanya.Â
Triliuan uang APBN sudah terserap untuk mengatasi masalah lumpur Lapindo. Warga Bajarasri dan Kedung banteng sudah pernah protes atas rencana pengeboran ini namun tidak didengar dan justru teror dan tekanan yang didapatkan.