Bagi siapa pun yang terlahir pada tahun 1990an, adalah mereka yang disebut generasi milineal entah itu generasi X atau Y. Mereka itu sudah tak asing lagi dengan dunia digital atau “”go digital”. Serbuan digital menjadi fenomena yang sangat menantang sekaligus menggantikan atau menggeser pola komunikasi atau interaksi social yang lama.
Jika dulu orang ingin bertemu dengan teman, saudara, kolega bisnis harus ketemu dengan janjian di suatu tempat. Biasanya mereka bertemu di suatu tempat yang nyaman. Sayangnya, sekarang ini kondisi lalu lintas sangat macet. Rasanya kesal untuk bertemu saja harus bermacet ria. Era digital membantu mereka untuk bertemu dalam suatu platform. Komunikasi yang terjalin hanya melalui jaringan kabel, sekarang mereka harus mengimajinasikan data yang dapat di simpan di dunia maya, dikonsumsi bahkan dioperasikan dari mana saja.
Dulu orang berinteraksi melalui media seperti email hanya searah saja, sifatnya semata hanya untukmenyebarkan informasi tetapi sekarang dengan adanya media sosial kita dapat berinteraksi secara langsung secara dua arah. Diskusi ringan yang dikemukakan , opini atau curhat atau complain disampaikan melalui media sosial.
Transformasi Lahirkan Kolaborasi dengan Komunitas
Geliat dari dunia digital ini sudah menglobal maupun local, tak kenal waktu dan tak kenal tempat. Apalagi ditunjang dengan perusahaan media , industri perbankan yang dulunya mengandalkan media cetak sekarang harus mengubah dirinya dan beradaptasi untuk ikut arus arus dalam kehadiran dunia digital .
Mas Iskandar Zulkaernaen, Assitant Manager Kompasiana yang hadir pada acara Kompasiana Nangkring : Bicara Manfaat media Sosial Perbankan di Nangkring bersama Danamon mengatakan orang tak perlu repot untuk bertemu karena kondisi macetnya lalu lintas di Jakarta. Dengan sosial media, mereka mampu bertemu dalam hitungan menit dalam suatu layar yang dihentakan oleh jari-jemari. Digital memudahkan komunikasi dan interaksi dan akhirnya mereka yang mempunyai ide yang sama , passion yang sama yaitu menulis dalam satu platform.
Awalnya platform yang dibuat ditujukan hanya untuk para jurnalis seperti e-paper Kompas dan lainnya. Perkembangan yang tak terduga terjadi, adanya keinginan para netizen jurnalis yang mengaktualisasikan dirinya dengan tulisan-tulisan mereka. Komunitas Kompasiana lahir sebagai perwujudan dari keinginan para netizen jurnalis itu.
Organisasi dan platform Kompasiana terus mengembangkan kebutuhan dari para penulisnya, berbasis konten dan domisili. Mereka yang berbasis domisili seperti Kampus,Jogja,Makasar, Bolang. Mereka yang berbasis konten seperti KPK,Komik, Koprol, Koteka, Kocek, Mudasiana, Ladiesiana.
Kedepannya Kompasiana akan terus mengindentifikasi kebutuhan dari anggota komunitasnya dengan menciptakan admin sendiri dan membuat grup sendiri dan kendalinya bukan pada admin dari Kompasiana . BErkembang menjadi besar dan memampukan anggotanya untuk terus betah dalam mengembangkan diri melalui komunitas Kompasiana.
Andreas Aditya S, Penggagas Komunitas Nebengers.com memaparkan Nebengers dibangun dengan konsep “share economy” artinya kepemilikian suatu benda misalnya mobil dipergunakan secara bersama dengan sharing cost dan benefitnya. Transformasi digital dimanfaatkan untuk mengatasi masalah kemacetan. Solusi dari kemacetan itu dengan adanya gerakan komunitas nebengers yang berpikir secara kritis. Mereka adalah smart generation dengan mengubah masalah menjadi solusi dengan nebengers. Para pemberi nebeng dan penebeng memiliki wadah untuk saling memberi dan saling memaksimalkan mobil untuk digunakan bersama-sama dari Jakarta ke Bandung pada saat week end atau Lebaran dimana harga tiket sangat mahal. Hambatannya tentu pasti ada karena kunci utama dari nebengers adalah Trust maka harus ada solusinya. Solusinya dengan membentuk digital reputation. Digital reputation itu adalah profile dari calon dan anggota nebengers. Dari profile itu akan dapat dilihat dan dinilai berapa followersnya, sikap dan sifatnya, bagaimana cara berkomunkasinnya. Ini semua scanning awal yang jadi solusinya dan validasi dari setiap anggota.
Gandhy Inderayana Sastratenaya, Digital & Online Marketing Head Bank Danamon menceriterakan bahwa ide awal dari membangun media sosial untuk industri perbankan, khususnya Danamon adalah untuk mendekatkan diri dengan nasabah maupun calon nasabah. Jika dunia industri perbankan tidak ikut berinteraksi dalam dunia digital melalui media sosial maka industri perbankan itu akan tergilas, punah ditelan oleh dunia yang sudah dikuasai dengan digital. Hilangnya atau punahnya sebuah industry perbankan itu bak hilangnya dinosaurus dari permukaan bumi ini. Seyogyanya seorang pemimpin paling tidak menjadi “digitally fluent”, mengenal, melek,paham apa yang dikeluhkan oleh nasabah atau apa yang dibutuhkan oleh nasabah atau calon nasabah.