Menjelang Kemerdekaan RI yang ke 70: seharusnya tidak ada lagi kerusakan gedung sekolah.  Namun, kenyataannya kerusakan gedung sekolah negeri yang parah masih saja terjadi. Ada yang dekat dengan ibukota, dan ada juga yang beradah di ibukota.
Untuk yang diluar ibukota, saya tidak paham kenapa pemerintah daerah menutup mata atau memang tidak ada program rehabilitasi gedung sekolah.
Untuk gedong sekolah di Provinsi DKI Jakarta, sudah ada program rehabilitas gedung sekolah. Gubenur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengatakan ada program rehabilitasi sekolah yang menelan dana Rp.50 milliar. Menurutnya, angka itu terlalu fantastis. Biaya demikian besari itu dibuat oleh konsultan proyek yang menetapkan harga satuan tanpa dasar yang jelas.
Terpaksa semua proyek rehabilitasi gedung sekolah itu dicoret atau dibatalkan. Sekarang dihentikan dan akan diulang tahun depan. Hal ini untuk cegah agar pemilik proyek tidak berpesta pora dengan anggaran yang besar dan mubazir untuk sekolah itu sendiri.
Sungguh ironis, di saat kebutuhan prasarana sekolah dibutuhkan, pemain proyek masih saja bermain dengan dana anggaran. Peran Dinas Pendidikan pun harus sangat kritis agar tidak dipermainkan oleh pemilik proyek. Menghitung ulang agar masuk akal. Dinas pendidikan punya 55 sekolah yang perlu direhabilitasi. Semua proyek ternyata akan dihentikan karena tidak ada cukup waktu untuk masuk dalam lelang dan penyelesaikan pembangunannya.
Begitu sulitkah untuk mengadakan lelang? Permainan proyek di sekolah menjadi tren, sementara pejabat kepala daerah harus super hati-hati.
Entah bagaimana sekolah-sekolah yang sudah kritis keadaan bangunannya, tetapi tidak masuk dalam daftar rehabilitasi. APakah ini karena kesalahan dari Dinas Pendidikan, atau karena tidak ada dana?
Semoga urusan rehabilitasi sekolah rusak bukan dipakai untuk permainan mencari dana proyek buat segelintir orang. Ingatlah bahwa sekolah jadi sarana pendidikan yang dibutuhkan oleh segenap rakyat Indonesia.
Kita sudah merdeka 70 tahun, tapi pendidikan kita masih terbelenggu dengan buruknya sarana pendidkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H