Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menjadi Dermawan Sejati Itu Tak (Selalu) Mudah

30 Maret 2024   21:32 Diperbarui: 3 April 2024   14:16 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persepsi yang sering digaungkan bahwa masyarakat Indonesia adalah warga yang sangat dermawan terhadap sesamanya. Bersedekah dan memberikan dana kepada orang yang dilihatnya menderita. 

Aid Foundation atau CAF juga pernah menobatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia pada tahun 2021. Skor yang diperolah mencapai 69 persen, naik signifikan dari 59 persen tahun sebelumnya.

Di satu sisi kedermawanan ini menjadi hal yang positif yaitu modal yang besar bagi Indonesia untuk membangun sosial ekonomi yang sempat ambruk saat Covid-19 dan jelang kenormalan paska pandemi.

Namun, sisi lainnya, kedermawan ini menjadi wajah hitam karena tumbuh suburnya filantropi dan platform bantuan sosial atau crowd funding dengan tujuan untuk kepentingan pribadi/penyimpangan kepentingan.

Dermawan adalah suatu nilai dalam kehidupan yang ingin memberikan kepada orang lain baik itu materi atau bantuan lainnya agar pemberian itu bermanfaat bagi orang lain. Tujuan dari kedermawan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan sejati orang-orang yang diberinya.

Namun, seiring waktu, niat baik untuk memberi bantuan itu tidak selamanya bisa sesuai dengan tujuan. Terjadi penyimpangan/penyelewengan. Beberapa pelajaran yang dapat kita petik dari crowdfunding yang dikampanyekan lewat platform media sosial.

Beramal. (taotsm.org)
Beramal. (taotsm.org)

Salah satunya adalah Singgih Shara, Komika asal Semarang. Dia berusaha keras untuk meminta donasi ke sejumlah pihak untuk biaya ibunya yang cuci darah dan terapi anaknya yang alami gangguan "speech delay".

Ternyata dalam perjalanan bantuan atau donasi uang itu tidak dipergunakan sebagaimana tujuan semula, tetapi hanya gunakan donasi Rp50 juta untuk pengobatan, sedangkan sisanya dari total donasi Rp250 juta digunakan untuk kepentingan membayar kontrakan dan beli PlayStation

Hebohnya dari salah satu netizen yang langsung menemui yang bersangkutan di Semarang dimediasi oleh Lurah. Akhirnya Singgih dipaksa untuk membuat surat pernyataan untuk mengembalikan sejumlah donasi yang diselewengkan peruntukannya.

Pengalaman pribadi

Saya termasuk orang yang mudah empati terhadap kesulitan orang. Saya mudah memberikan tanpa melihat motivasi dan background dari peminta bantuan.

Jika saya memberikan donasi lewat platform biasanya jumlahnya tidak besar. Jika akhirnya terjadi penyelewengan seperti contoh di atas. Saya merasa sudah ikhlas hilangnya uang donasi. 

Saya akan menyerahkan kepada Tuhan saja atas kehilangan uang itu. Niatnya baik tapi jika orang yang minta bantuan justru membuat suatu penipuan, hal itu menjadi masalah dirinya dengan Tuhan.

Namun, ada satu pembelajaran yang saya harus perbaiki dalam pemberian dana (jumlah besar dan berlangsung lama secara berkesinambungan. Ketika kami harus membantu adik ipar yang jadi tulang punggung keluarga meninggal sedangkan anaknya masih kecil. Anak dan ibunya dibawa dari Lampung ke Jakarta untuk tinggal bersama kakak ipar. Akhirnya

Namun, karena kondisi ekonomi kakak ipar sangat lemah, maka suami saya ambil alih untuk semua biaya keponakan.

Semua kebutuhan hidup dan sekolah keponakan, kami biayai melalui kakak ipar yang mengurusnya. Sayangnya, biaya makin membengkak dengan dalih yang bermacam-macam.

Hampir 12 tahun keponakan akhirnya lulus dari perguruan tinggi. Saya lalu meminta bantuan itu dihentikan karena tugas kami telah selesai. Namun, apa yang terjadi justru menyakitkan, kakak ipar dengan nada marah membalikkan fakta biaya keponakan bukan dari kami tapi dari anaknya.

Nah, itulah pembelajaran bagi saya bahwa sebuah bantuan yang seharusnya menjadi hal yang baik tetapi justru menjadi bumerang bagi pemberinya sendiri.

Aspek legal dari sebuah bantuan

Kedermawaan boleh saja dilakukan tetapi di era yang sudah modern ini, pasti semua pengumpulan dana dari masyarakat juga harus mematuhi aspek legalitas agar tidak terjadi penyelewangan.

Dalam Undang Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang.

Untuk pengumpulan uang/barang harus ada izin dari pejabat berwenang. Tujuan pengumpulan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang.

Izin hanya diberikan kepada organisasi/perkumpulan bukan individua tau perorangan. Organisasi yagn didirakn juga harus sesuai dengan peraturan. 

Ada sanksi pidana yaitu kurungan selama 3 bulan atau denda setinggi-tinginya Rp.10 ribu bagi yang menyelenggarakan pengumpulan uang dengan tidak mendapat izin, dan tidak memenuhi syarat, tidak menaati ketentuan dalam Pasal 7 UU 9/1961.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun