"Ini suaraku, tubuhku otoritasku.
Yang kuteriakkan kenakan pilihanku
Ini untukmu, sahabatku laki-laki
Tanpa izinku, kau tak masuk ke wilayahku"
Di atas adalah lirik dari lagu "Tubuhku, Otoritasku" oleh Tika & the Dessidents
Â
Lagu yang menyiratkan  pandangan bahwa tubuh perempuan itu sangat berharga , tak bisa didominasi oleh siapa pun, sekali pun dia suaminya.Â
Sayangnya, fakta sekarang ini justru dominasi budaya patriarki di masyarakat masih menguasai tugas perempuan baik itu di tempat kerja, khususnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga  (KDRT).
Suatu ketika tawaran datang dari Yayasan JAri untuk menulis tentang "Merdeka Kekerasan , Kesetaraan Gender Mendukung  Remaja Sehat".
Saya dengan senang hati menulis pengalaman saya menjadi konselor penyuluhan tentang Remaja yang terjerumus dalam Cinta vs  kekerasan.  Akhirnya terbitlah buku Antologi bertema di atas.
Data Memprihatinkan
Ketika membaca data dari WHO pada 2010 satu dari tiga perempuan di dunia ini mengalami tindak kekerasan fisik termasuk kekerasan seksual.
Menurut catatan Mabes Polri hingga July 2023, Â laporan KDRT mencapai 2.261 kasus. Â Bentuk KDRT yang paling besar adalah fisik, 1,848 kasus sisanya kekerasan psikis (133), kekeraan seksual (61) pemaksaan hubungan seksual (2) dan penelantaran ekonomi (217).
Masih ingatkah korban-korban kekerasan KDRT yang dialami seorang dokter Qory . Beliau menghilang dari rumah di Bogor.  Beliau sedang hamil anak ke dua , awalnya suaminya melaporkan istri sebagai orang hilang. Justru istri menghilang untuk meminta perlindungan dari  Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A).  Dokter Qory dipukul wajah dan kepalanya dengan tangan kosong, bahkan ditendang kaki, paha dan ditakuti-takuti dengan pisau
Mengerikan sekali bukan? Â Rumah tangga yang seharusnya tempat berlindung, berinteraksi dengan damai , menjadi tempat yang mengerikan bagi para korban KDRT.