Penghidupan atau ekonomi di masa pandemi serasa sangat sulit sekali. Adanya kebijakan PPKM dan Protokol Kesehatan yang cukup ketat di tahun 2020 dan semester I 2021, roda perekonomian serasa berjalan melambat.
Bagi mereka yang bekerja sebagai pegawai ada pengetatan luar biasa, baik itu pengurangan jam kerja dan pengurangan gaji. Pengurangan gaji karena bisnis beberapa perusahaan juga mengalami kemunduran dalam produksi atau penjualannya. Otomatis jumlah pemasukan yang berkurang drastic membuat perusahaan terpaksa mengurangi biaya gaji para karyawannya.
Kebutuhan hidup tetap besar sementara gaji berkurang. Itulah yang jadi keluh kesah karyawan/karyawati.
Nasib karyawan atau karyawati yang masih bekerja secara formal memang lebih beruntung dibandingkan dengan mereka yang bekerja di sektor informal.
Belajar dari Penjaja Jajanan Pasar
Di sektor informal, pendapatannya tidak tetap, bahkan bisa minus atau tidak ada pendapatan bisa terjadi. Mereka lebih mengandalkan kepada faktor keberuntungan ketimbang pendapatan yang pasti.
Salah satu contoh dari pekerja informal adalah penjaja jajanan pasar. Sebelum pandemi terjadi, sebutlah Namanya Siti (bukan nama sebenarnya), setiap hari berjualan jajanan pasar dengan berjalan kaki dari rumahnya. Rumahnya kos cukup jauh.
Sambil menjunjung dagangannya yang cukup berat berisi bermacam-macam jajanan pasar seperti getuk coklat, getuh putih, ketan hitam, cenil, tiwul , klepon dan lupis , Siti menyusuri jalan perumahan dari satu gang ke gang lainnya.Â
Siti memasak sendiri jajanan pasar pagi buta, lalu selesai memasak biasanya dia mulai berjalan kaki sekitar jam 9 di sekitar tempat saya. Dengan teriakannya yang khas, "getuk, cenil, tiwul.....", saya langsung mengenali suaranya itu.
Dia pasti merasa letih, penat, panas untuk melakoni hidup seperti ini. Tapi apa boleh buat karena itu satu-satunya pilihannya.