Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Sudahkah Kita Menyiapkan Diri apabila Tulang Punggung Keluarga Tiba-tiba Berpulang?

19 September 2021   15:41 Diperbarui: 21 September 2021   16:35 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari saya dapat WA dari teman dekat yang mengabarkan teman saya bahwa sepasang suami istri terpapar Covid 19.

Suami istri yang terpapar covid itu cukup serius, sakitnya karena keduanya memiliki komorbid. 

Dalam dua minggu itu, kami selalu mendapatkan kabar yang membuat hati kami ikut deg-deg-an.

Kondisi kesehatannya naik turun, bahkan suaminya masuk ke ICU selang istrinya yang hanya sehari saja. Istrinya masih dapat diselamatkan sementara suaminya tak tertolong hingga meninggal dunia.

Sang istri ini kaget luar biasa, dalam kondisi masih di rumah sakit, dia ikut melihat kremasi suaminya tanpa bisa menghadirinya.

Dua minggu berselang, saya mendapat kabar lagi tentang teman saya yang suaminya baru meninggal.

Dia meminta bantuannya kepada orang terdekat untuk mendoakannya karena teman saya ini masih dalam kondisi 'duka mendalam'. Bahkan ia kebingungan untuk pelbagai masalah keuangan yang harus diselesaikan setelah kematian suaminya.

Istri ini tak pernah bekerja sama sekali, suami sebagai tulang punggung keluarga memang punya posisi yang baik. 

Anak mereka hanya dua tetapi mereka harus mengadopsi anak adiknya yang sudah piatu, yaitu berjumlah tiga orang.

Kondisinya tentu sekarang sangat berbeda. Ketika suami masih ada, istri tak pernah memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan keuangan keluarga karena semua sudah tercukupi oleh suami.

Sayangnya begitu suami meninggal, istri yang tak pernah bekerja itu mengalami goncangan psikologis karena kehilangan suami yang begitu mendadak, dan juga goncangan finansial karena dia sekarang harus jadi tulang punggung keluarga yang belum pernah bekerja.

Dari pengalaman ini, saya pernah membaca bagaimana seharusnya sebagai suami istri perlu mempersiapkan diri dengan kemampuan mengatur keuangan keluarga.

Berikut adalah tips untuk "tulang punggung keluarga" agar memikirkan matang-matang jika dia meninggal, apakah keluarganya mampu menggantikan dirinya sebagai tulang punggung keluarga:

1. Belajar Memiliki Pendapatan sendiri
Walaupun secara resmi suami jadi tulang punggung keluarga, dan istri hanya sebagai ibu rumah tangga biasa. Tak ada salahnya, istri juga punya kemandirian untuk mencoba untuk menggali potensi atau keahlian yang dapat mendatangkan pemasukan uang untuk keluarga.

Ketika suami tiba-tiba meninggal, istri tidak akan kaget dan bingung bagaimana mencari pekerjaan atau mendapatkan uang pemasukan.

Bagi sepasang suami istri yang sama-sama bekerja, lebih mudah bagi istri untuk menggantikan suami sebagai tulang punggung apabila suami meninggal.

Kuncinya adalah kita selalu siap untuk yang hal yang terburuk dalam kehidupan ini. Persiapan apapun harus dipikirkan sejak menikah.

2. Utang Tulang Punggung Harus Dilunaskan
Ketika suami meninggal, istri yang tak mengetahui seluk beluk keuangan suaminya karena suami tidak terbuka harus cepat menyelidiki apakah ada utang-utang yang ditinggalkan oleh suami.

Apabila ada utang (kartu kredit, finansial teknologi, perbankan) perlu segera dilunasi dulu. Hal ini guna mengetahui berapa sisa aset yang dapat dimanfaatkan untuk menjamin kehidupan masa depan.

3. Asuransikan Tulang Punggung Keluarga
Dalam aspek usia, siapa yang dapat menghitung, hanya Tuhan saja yang menentukan.

Sudah sering saya melihat banyak istri yang masih muda dengan anak bayi yang baru dilahirkan, harus melihat kenyataan pahit bahwa suaminya meninggal dalam tugas negara.

Beban berat bagi istri untuk masa depannya bersama anaknya apabila suami tak punya asuransi jiwa.

Tulang punggung | Sumber: ESB Professional/Shutterstock 
Tulang punggung | Sumber: ESB Professional/Shutterstock 

Asuransi jiwa jadi mandatori yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan keluarga. Utamanya untuk mereka yang jadi tulang punggung keluarga.

Apabila ada asuransi, ada uang yang jadi hak istri dan anak untuk bisa dimanfaatkan selama istri belum bisa bekerja secara penuh karena ada bayi yang diurusnya.

Asuransi Jiwa ini jadi penting untuk menanggung risiko terhadap 'bencana' yang tidak terelakkan, seperti halnya kematian. 

Jangan diabaikan, karena pengalaman mengajarkan jika abai risiko sangat besar.

4. Menyusun Prioritas Jangka Pendek dan Panjang
Setiap keluarga punya kebutuhan jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Contohnya untuk jangka pendek, selain pengeluaran rutin, termasuk tagihan listrik, air, keperluan internet.

Untuk jangka menengah diperlukan biaya dana pendidikan. Sedangkan, untuk jangka panjang diperlukan dana pensiun dan pembelian rumah.

Semua kebutuhan itu disusun dengan skala prioritas. Jangan sampai keperluan jangka pendek itu dipotong oleh keinginan yang tidak masuk dalam anggaran. Misalnya tiba-tiba ingin beli handphone baru karena tidak mau ketinggalan.

Apabila kita sudah menganggarkan semua kebutuhan sesuai prioritas, ternyata ada kegagalan untuk melanjutkan perencanaan karena 'tulang punggung keluarga' sudah tiada, perlu adanya revisi atau restrukturasi anggaran sesuai dengan apa yang dimiliki saat itu.

5. Aset aktif dan Aset Pasif
Melakukan investasi untuk aset pasif adalah hal yang mutlak dibutuhkan. Keluarga harus mengembangkan asetnya dengan investasi. 

Contohnya ketika bonus promosi atau bonus pekerjaan diterima, sebaiknya sisihkan untuk investasi.

Investasi ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dana aktif Anda. Apabila terjadi tulang punggung keluarga meninggal, maka dana pasif ini masih bisa memenuhi kebutuhan keluarga dalam jangka pendek.

6. Modal untuk Pengembangan Skill
Begitu istri harus menggantikan suami sebagai tulang punggung keluarga, istri yang bekerja sebagai rumah tangga, tapi punya keterampilan misalnya memasak, membuat handy-craft, hobi menanam tanaman hias. Tentunya perlu ilmu tambahan untuk mengasah keterampilan.

Gunakan kesempatan baik itu untuk segera mengikuti kursus atau pembinaan ketrampilan. Dengan demikian dia bisa cepat bekerja secara penuh waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun