Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

"Panic Buying", Membuat Obat-obatan, Vitamin dan Tabung Oksigen Hilang dan Meroket di Pasar

6 Juli 2021   13:57 Diperbarui: 9 Juli 2021   17:50 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi gelombang kedua memang sangat dahsyat. Rumah sakit dan Fasilitas Kesehatan membludak dengan pasien, Bed Occupancy Rate ( BOR) di kota-kota di Jawa Tengah, seperti Semarang, Kudus, Magelang, dan Jakarta,   sudah mencapai  100%.  Pasien datang terus dan  tidak dapat ditampung lagi di rumah sakit.  Masih ada pasien yang menunggu,  terpaksa rumah sakit pun membuat tenda-tenda darurat di depan IGD (seperti tak layak ) untuk seorang pasien .

Bahkan, ketika satu persatu orang yang terpapar Covid, itu meninggal. Kesedihan, kekhwatiran makin mencengkeram hati kita .  

Berita-berita kematian menjadi momok , hal tak menyenangkan dan membuat hati kita makin gelisah,   takut terpapar Covid kemudian meninggal dunia.

Perasaan yang tidak tenang, itu membuat  warga atau masyarakat menjadi panik sekali.  Secara psikologis kepanikan yang tak normal menghinggapi diri warga sehingga mereka tak lagi  berpikir lagi secara rasional.

Dalam kepanikan itu yang tak rasional itu, warga menyerbu beli vitamin , obat yang berkaitan dengan Covid, bahkan oxygen menjadi barang langka karena semuanya dibeli oleh warga.

Bayangkan, dengan pembelian yang sangat besar jumlahnya dalam waktu yang sangat singkat, membuat harga vitamin, obat yang terkait Covid dan bahkan Oxygeen itu melambung tinggi. Padahal belum tentu pembeli yang panik itu membutuhkan.  Justru mereka yang sakit, tak bisa membeli obat dan beli oxygen karena barangnya sudah habis dan tidak ada lagi.

Harga vitamin dan obat covid melambung tinggi, beberapa barang itu sudah tidak tersedia lagi di pasaran. Keponakan suami saya  yang sedang sakit covid, isolasi mandiri, mencoba mencari vitamin dan obat yang diberikan dokter, sulitnya untuk bisa mendapatkannya. Obat dan vitamin di dalam resep itu tak ada di beberapa apotik.

Yang sangat irasional, adanya video yang  mempertononkan adanya suatu produk susu yang diserbu oleh warga . Warga , sangat panik dan tak punya nalar lagi, apakah benar susu itu dapat menyembuhkan covid, dari mana sumber berita itu karena tidak ada Lembaga Kesehatan yang menyatakan adanya uji klinis dari obat maupun produk susu yang jadi obat Covid-19.

Kepanikan yang irasional ini umumnya disebabkan oleh media social yang menyebarkan isu bahwa obat ini sangat penting dan bisa menyembuhkan covid, atau minuman ini sangat bagus untuk menyembuhkan covid.

Padahal semua berita yang disebarkan di media social itu faktanya tak semuanya benar. Digital literasi yang dimiliki oleh warga untuk cek fakta atas kebenaran berita itu belum dimiliki. Literasinya masih rendah dan tidak berusaha untuk mengecek kebenaran sebelum membagikan.

Seharusnya warga harus mengecek berita tentang Kesehatan itu pada sumber berita yang dipercaya seperti Kementrian Kesehatan, BPOM, WHO dan CDC.   Dari sumber berita yang dapat dipercaya, kita bisa mengerti dan memahami bahwa banyak hoaks berita yang disebarkan tanpa tanggung jawab.

Inilah 4 cara untuk cegah "panic buying"

1.Berita yang konsisten dan tersusun dengan baik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun