Hampir setiap orang memiliki rencana yang indah.  Ada yang berpikir rencana itu boleh muluk-muluk tak sesuai dengan kemampuan tidak apa-apa.  Idealisnya tentu punya rencana pribadi itu juga harus mengikuti kaidah SMART seperti halnya rencana yang merupakan bagian dari goal  sebuah perusahaan.  SMART dari singkatan Specific, Measurable, Achievable, Realistic, and Timely.  Harus rinci, terukur, dapat dicapai , realistis dan tepat waktu.
 Ketika saya masih bekerja selalu kami adakan brainstorming di awal tahun untuk menentukan rencana jangka pendek dan menengah dalam unit kami sebagai penunjang goal atau tujuan perusahaan.  Adakalanya  terlalu menggebu-gebu, tapi selalu ada rem yang membatasi karena ada kaidah SMART.
Ada beberapa teman, sebutlah  Aman yang masih produktif bekerja sebagai karyawan , dia pengin sebelum pensiun menyelesaikan S2 dengan online.
Rencana dibuat dengan sangat matang.  Jam bekerja digunakan tetap bekerja sebagai karyawan, dan dia telah membuat sedang menyiapkan disertasi. Dia rencanakan untuk penelitian  tidak akan lama karena nara sumber, lokasi, dan alat-alat penelitian sudah siap semuanya.
Sayangnya, rencana tinggal rencana. Â Istrinya yang sebelumnya divonis sakit kanker itu kambuh lagi. Â Bahkan kanker lehernya itu telah menjalar hingga ke getah bening. Â Konsentrasi Aman pun buyar. Dia harus tinggalkan rencana penelitian karena harus dampingi istrinya di saat kritis.
Bahkan, hal yang sangat tidak pernah terpikirkan terjadi. Istrinya meninggal. Â Dia merasa anaknya yang selama ini tinggal bersama istrinya itu butuh pendampingan. Â Dia terpaksa meninggalkan pekerjaan di Jakarta , kembali ke kampung istrinya untuk menemani anaknya yang masih kecil itu.
Harapan untuk bisa melanjutkan S2 sich ada, tetapi dia mau naif dengan melihat kesulitannya bahwa dia juga butuh pekerjaan baru setelah pulang kampung. Â
Harapan Pak Aman itu masih menyala terus.  Dia memelihara hidup dengan berakar pada relasinya dengan masa depan (kutipan dari  Synder, Lopez.
Bapak Aman dulu posisi di Jakarta dan ingin punya rencana untuk selesaikan sekolah S2 dan setelah itu dia akan memberdayakan orang-orang kampung alam budi daya pertanian secara mandiri.Â
Sekarang posisi sudah berbeda sekali, Pak Aman tak lagi tinggal di Jakarta tapi tinggal di Kampung, walaupun rencananya untuk bisa selesai sekolah gagal, dia tak menyangkal bahwa rencana boleh gagal, tapi tujuan masih sama yaitu mengangkat teman-temannya yang masih belum paham tentang pertanian mandiri.
Di tengah keterbatasan untuk bisa akses ke orang tertentu, dia tak pernah kehilangan harapan untuk tetap melanjutkan ke titik tujuan awal.