Pagi jelang siang, saya mendapat foto dari seorang teman dengan judul yang mengelitik PSBB sudah ganti "Pergi Sekampung Bareng-Barang".Â
Saya perhatikan fotonya, lokasinya Terminal II Bandara Soekarno Hatta dan terjadinya hari Kamis pagi tanggal 14 Mei 2020.
Namun, berhubung saya takut foto ini "hoax", saya biarkan saja tanpa berkomentar. Â Tapi hati kecil saya justru berontak bukan main.
Saya ingat sekali Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu melarang warga terutama ASN, TNI untuk mudik (dulunya masih dalam bentuk himbauan). Â Detail larangan itu ada dalam Peraturan PEmerintah. Â Alasannya tentu sangat kuat untuk mengurangi penyebaran Covid-19 ke daerah. Â
Bahkan ada pembatasan orang yang akan mudik dengan mobil berupa pembatasan lalu lintas melalui jalur masuk dank e luar masuk wilayah.  Jika warga Jakarta akan mudik lewat tol, maka ada petugas di Check Point yang akan memeriksa apakah mobil itu memang mobil logistik, ambulans dan apakah orang-orang didalamnya membawa dokumen yang ditentukan seperti surat tugas, surat  rapid test dan lainnya.
Namun, sontak mendadak tanggal 7 Mei 2020 Bapak Budi Karya, Menteri Perhubungan menjelaskan adanya relaksasi pengoperasian seluruh moda transaportasi kereta api, udara secara khusus.  Penumpang itu harus  pebisnis , pegawai bidang pelayanan, pertahanan, keamanan, ketertiban, kesehatan, kebutuhan dasar, fungsi ekonomi dan percepatan penanganan Covid-19.
Mulailah penumpang-penumpang kereta api jarak jauh pun bermunculan, meskipun jadwalnya tidak setiap hari ada, dan penumpang harus memiliki dokumen-dokumen pendukung seperti surat dinas, surat test rapid test dan lainnya.
Tapi yang mencengangkan adalah penumpang pesawat pada hari Kamis tanggal 14 Juni, 2020 memenuhi hangar terminal 2A Â tanpa adanya "physical distancing".
Seolah-oleh PSBB sudah tidak ada lagi. Â Berjubel-jubel dan para penumpang itu entah kenapa harus mengantri tanpa mengindahkan jaga jarak.
Dari wawancara yang saya dengar dari jurnalis Metro TV dengan wakil dari Kementrian Perhubungan dan Satuan Gugus Depan Covid 19 dan seorang ilmuwan epidemologi, Â mereka saling mempertahankan pendapatnya masing-masing tanpa mau mencari benang merahnya ada dimana.
Dari pihak Kementrian PErhubungan menyatakan mereka sudah mengikuti prosedur yaitu adanya kebebasan secara terbatas dan memberikan tanggung jawab protocol kepada operator.