Serasa sedih sekali saya melihat 3 kasus terjadi beruntun tentang "bullying" baik itu dilakukan oleh murid, guru terhadap anak-anak didik.Â
Ketika membaca kasus dari MS siswa  SMP  di Malang, yang ramai-ramai diangkat dan terus dibanting ke paving dalam kondisi terlentang.  Saya sedang membayangkan dengan mata yang nanar, kenapa sekolah yang seharusnya jadi tempat terindah, menyenangkan bagi anak sekolah, menjadi tempat penyiksaan bagi siswa itu sendiri.
Ketika membaca kasus berikutnya seorang siswi SMP di Purworedjo mendapat perlakuan yang sangat mengerikan, dipukul, ditendang oleh teman-teman sekelasnya, tanpa bisa melawan sama sekali.
Ketika membaca satu kasus di sebuah tempat sekolah yang baru pagi ini terjadi, di satu sekolah, Â ada seorang siswa yang datang terlambat dan memakai seragam tidak lengkap, Â langsung mendapat hukuman berat dari gurunya dengan dipukul dan dianiaya.
Sekolah seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan:
Setiap anak sekolah baik SD, SMP maupun SMA punya idealisme tentang "sekolah". Â Jika ditanyakan kepada mereka berapa persen diantara semua murid yang memang "bahagia" ketika sekolah, mungkin hanya 20% saja.
Mengapa mereka tidak bahagia? Â Alasannya tentu bermacam-macam, Â tuntutan pelajaran yang begitu menekan,tuntutan sekolah agar anak semua mencapai angka tertentu, "kompetisi" yang dijabarkan dalam ranking , Â tuntutan orangtua agar anaknya harus masuk ke bidang tertentu atau sekolah favorit agar nantinya bisa melanjutkan ke tempat perguruan yang baik.
Anak jadi korban dari tuntutan dan idealisme yang tidak berdasarkan kepada pendidikan. Â Pendidikan yang mementingkan angka dan kompetiti akan menjebak anak merasa harus bersaing satu sama lainnya.
Pendidikan karakter yang hilang:
Guru adalah pendidik bukan pentransfer ilmu. Â Jika guru gagal menjadi pendidik maka hilanglah nilai penting dalam pendidikan karakter.
Mendidik karakter dimulai dari gurunya sendiri. Apabila gurunya mendidik dengan cara kekerasan, maka murid pun akan mengikuti pola kekerasan itu.