Kota Semarang ikut menyambut dan memeriahkan Tahun Baru Imlek yang seharusnya jatuh pada tanggal 25 Januari, tetapi diadakan di beberapa tempat di Semarang mulai tanggal  17 hingga 19 Januari 2019 .  Agenda acara yang mengusung tema "Pasar Imlek Semawis ,  diadakan sepanjang jalan Wodgandul TImur -- Gang Pinggir mulai jam 9.00 -- 21.00 .  Acaranya begitu menarik sekali, Wayang Potehi, Basar Produk Unggulan UMKM Semarang, Barongsai, Foto bersama Cengge,  Pengobatan Tradisional TIonghoa, Kaligrafi, Seni Tali Temali, Sektesa Wajah, Atraksi Barongsai.
Dari sekian banyak acara, sebagai ex-warga semarang yang tidak bisa datang mengunjunginya,  pertunjukkan  wayang Potehi merupakan acara yang paling saya sukai , mengingatkan memori saya ketika masih kecil.
Ketika saya masih kecil, saya pernah sekali menonton wayang potehi.  Semua anak duduk manis di bawah dengan tikar, sementara wayang potehi ada di panggung  di atas sebuah meja.  Seru sekali karena saat itu anak-anak bisa melihat gerakan wayang yang dinamis dan ceria , klasik tapi seringkali sudah diganti dengan cerita local agar anak-anak lebih memahami. Padahal cerita aslinya yang dibawakan tentang dinasti Tionghoa.
Legenda wayang potehi , seni wayang ini ditemukan oleh pesakitan di sebuah penjara. Lima orang dijatuhi hukuman mati. Empat orang langsung merasa sedih sekali, tetapi orang kelima punya ide cemerlang, ketimbang sedih menunggu ajal lebih baik menghibur diri. Mereka mengambil perkakas yang ada di sel , seperti panci dan pirih dan menabuhnya sebagai pengiring permainan wayang. Â Bunyi yang sangat menyenangkan dari tabuhan itu terdengar oleh kaisar dan akhirnya memberikan pengampunan.
Wayang potehi itu merupakan persenyawaan budaya Tionghoa dan Nusantara. Â Kesenian tradisional Tionghoa ini memberikan warna dalam kekayaan budaya nusantara. Â Juga merupakan fungsi sosial dan ritual , yang harus ada apabila perayaan Imlek datang.
Wayang potehi seni pertunjukkan boneka tradisional asal Cina Selatan. Berasal dari kata  "Pou" artinya kain, "te" artinya kantong dan "hi" artinya wayang.  Jadi wayang yang berbentuk kantong dari kain. Wayang ini dimainkan dengan lima jari. Tiga jari mengendalikan kepala sedangkan ibu jari dan kelingking mengendalikan tangan sang wayang.  Pakaian untuk boneka adalah dengan nuansa kekaisaran dinasti Tong.
Keunikan dari wayang potehi adalah punya karakter dari masing-masing boneka. Â Ada yang antagonis, ada yang baik dan ada juga yang suka memberikan teladan. Tokoh-tokohnya seperti Si Jin Kui diadopsi mejadi tokoh Joko Sudiro , bahkan seringkali diadopsi jadi ketoprak, dengan tokoh Prabu lisan Puro yang diambil dari tokoh Li Si Bin kaidar kedua Dinasti Tong.
Pada zaman dulu, ketika wayang potehi lahir di sekitar 265-420M pada zaman dinasi Jin, seni wayang ini masuk ke nusantara bersama ekspedisi perdagangan. Ketika masa Soekarno, wayang potehi popular di tangah masyarakat, pada awal order baru wayang ini dilarang dipertunjukkan dan baru muncul kembali setelah era reformasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H