Trend drastis pada kemampuan baca. Â Hampir 10 tahun kemampuan baca anak-anak Indonesia semakin turun. Skor membaca kita pada 2001 adalah 371, meningkat pada tahun 2009 jadi 402, tapi kemudian turun drastis jadi 371 di tahun 2018.
Optimisme Ironis:
Ada yang aneh dalam beberapa aspek yaitu dalam konteks sekolah yang mendukung, anak Indonesia merasa senang, gembira di lingkungan sekolah. Â Seharusnya dengan kebahagiaan ini mereka bisa atau mampu berpretasi secara maksimal , baik itu secara kolaborasi maupun kompteisi. Â Tapi kehadirannya ternyata hanya sedkit ketika menyentuh hal ini.
Dalam konteks bahwa kesejahteraan siswa, Â anak-anak Indonesia yang belajar itu mendapatkan tingkat kebahagiaan yang sama dengan rata-rata dengan negara OECD, skor 91. Â Ini tentunya jadi modal penting agar anak makin optimis untuk belajar lebih baik dan berhasil.
Sampailah kepada konteks guru yang menyenangkan. Anak Indonesia mengatakan bahwa guru itu mereka menyenangkan dengan adanya kesepakatan dari 88 persen anak Indonesia. Â Seharusnya dengan guru yang menyenangkan, akan timbul antusiasme dan komitmen untuk belajar makin kencang.
Namun, sebaliknya mengapa justru kemampuan membaca kita rendah.
Kesimpulan untuk ketiga Pelajaran:
Pertama, walaupun inteligensi itu penting, tapi bukan berarti segala-galanya. Â Jadi perlu motivasi kuat dari guru sehingga anak punya kepercaaan diri dan untuk bertumbuh dan berkembang. Â Guru harus menghapuskan streorotip ada anak bodoh di sekolah.
Kedua konsep tentang benar atau salah dalam perilaku orang yang melakukan kekerasan, menjadi alarm penting. Â Anak sering tidak merasa bersalah ketika mereka membully orang lain sehingga berakibat fatal terhadap orang yang dibuli. Â Penguatan pendidikan akrakter dan sisitem pengembangakan moral dalam diri siswa tentang kekerasan.
Ketiga, kegembirana belajar ternyata tidak terkait dengan hasil belajar. Anak senang dengan lingkungan, dengan guru, tapi hasilnya tidak maksimal. Mengapa tidak ada korelasi gembira denganhasil ? Â Guru harus berfokus pada hasil bukan lagi pada proses. Perlu disiplin, ketekunan dan ketguhan agar individu makin terus mau belajar semaximal mungkin.
Hasil PISA jadi pembelajaran bagi kita semua agar terus bertransformasi kepada pendidikan yang mengarah kepada kualitas belajar.