Lebih sulit jadi orang tua generasi milenial atau generasi Z? Sebenarnya jika orangtua itu punya kreativitas dalam "parenting" tidak ada yang sulit dalam membesarkan apakah itu anak milenial atau generasi Z.
Tak perlu khawatir untuk membedakan parenting antara generasi milenial dan generasi X. Perlu dulu diketahui siapa generasi milenial itu? Generasi milenial atau generatisi Y adalah mereka yang lahir antara 1981-1995 sementara generasi Z adalah mereka yang lahir setelah 1995.
Bagi generasi Y, satu-satunya generasi yang melewati era milenium kedua. Mereka itu berada di tengah-tengah, artinya masih menikmati zaman sebelum digital dan setelah digital. Mereka merasakan bagaimana belajar tanpa gadget, komunikasi hanya dengan SMS, perlu waktu . Tetapi tipe atau karakter dari generasi Y disebut dengan generasi serba cepat setelah mengenal dunia digital.
Bagi generasi Z, lahir di tahun 1995 di mana dunia internet di Indonesia sudah lahir sekitar tahun 1995. Artinya begitu mereka lahir, mereka langsung melek digital. Oleh karena itu anak-anak generasi Z mudah sekali menggunakan semua aplikasi yang ada di gadget tanpa diajarin oleh siapa pun. Mereka jauh lebih cepat adaptasi dengan dunia digital dan menurut beberapa penelitian generasi Z jauh lebih instan menuntut keinginannya. Generasi Z cepat bosan saat bekerja, baru bekerja beberapa bulan, sudah ingin pindah ke tempat pekerjaan lain atau jenis pekerjaan lainnya.
Tantangan bagi orang tua untuk mengajar atau mendidik anak-anak generasi Z adalah kreativitas dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu kreativitas yang perlu diimplementasikan oleh orangtua adalah dengan GRIT.
Apa itu GRIT?
Menurut Prof Angela, Grit adalah suatu tingkatan yang lebih tinggi dari sekedar passion. Menyelesaikan satu pekerjaan dengan penuh tangguh jawab walaupun kesulitan menghadang. Grit lebih dari sekedari kegigigihan dalam kesulitan dari sesuatu yang dikerjakannya.
Melatih Grit itu juga harus dilakukan sejak kecil agar anak punya kesadaran bahwa jika dia menginginkan sesuatu bukan hanya sekedar mau saja, tapi harus menyelesaikan apa yang diinginkan itu sampai tuntas meskipun ada beberapa halangan yang dihadapinya.
Contoh yang paling sederhana bagi orangtua saat didik anaknya. Tidak boleh mengatakan "jangan" ketika anak-anak itu melakukan kreativitasnya . Saat anak mencoret-coret meja kayu kesayangan kita dengan spidol, atau mencoret-coret tembok dengan spidol.Â
Alih-alih orangtua mengatakan "Jangan coret-coret di sini!", Anda  dapat mengatakan bahwa "ini meja bagus dia juga perlu dirawat. Kasihan jika dia sakit kalau dicoret-coret, harus dibawa ke tukang kayu. Perlu biaya untuk bawa ke tukang kayu. Uang ayah yang seharusnya untuk beli mainan, jadi habis untuk biaya tukang kayu."
Anak bisa memahami alasan kenapa dia tak boleh mencoret. Lalu berikan kertas yang besar sebagai pengganti meja yang digunakan untuk mencoret.