Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Rotasi Guru, Apakah Solusi Terbaik untuk Perbaikan Sistem Pendidikan?

12 Juni 2019   21:07 Diperbarui: 13 Juni 2019   03:36 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada anekdot yang sudah sering terdengar bahwa ganti menteri ganti sistem pendidikan. Apakah jelang akhir jabatan pada bulan Oktober yang akan datang ada suatu kejutan di dunia pendidikan Indonesia. Bukan hal yang mengagetkan jika tiba-tiba Bapak Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebuyaan, ingin mengimplementasikan kebijakan rotasi guru. 

Menurut beliau, Rotasi guru itu menjadi bagian elemen yang sangat penting dalam rangka untuk mendongkrak dan meningkatkan prestasi sistem pendidikan Indonesia yang saat ini cukup memprihatinkan.

Menurut laporan PISA 2015, program yang mengurutkan kualitas sistem pendidikan di 72 negara, Indonesia menduduki peringkat 62. Dua tahun sebelumnya (PISA 2013), Indonesia menduduki peringkat kedua dari bawah atau peringkat 71.

data kata.com
data kata.com
Sesuai dengan Education Index, Untul level di Asean pun, ternyata posisi Indonesia ada di tempat keenam dengan skor 0,622. Peringkat 1-5 adalah Singapore, Malaysia, Brunei Darusalam, Philipina, Thailand, barulah Indonesia.

Padahal, Indonesia yang sudah mengalokasikan 20% dari APBN untuk pendidikan ternyata dana yang cukup besar itu pun tidak mampu untuk merubah kondisi sistem pendidikan yang masih dianggap rendah. Pengalokasian dana ini untuk memberikan fasilitas sekolah, program, dan segala hal yang macam, tetapi belum pernah menyentuh rotasi guru.

acehsatu.com
acehsatu.com
Jika menilik pendidikan berkualitas tinggi seperti di Finlandia, semua warga negara di Finlandia memiliki hak pendidikan yang sama tanpa memandang perbedaan umur, domisili, finansial, maupun gender.

Demikian pula terdapat kesetaraan dalam setiap jenjang pendidikan. Guru yang punya kualifikasi tingkat master itu bukan hanya hebat di tingkat teori saja, tapi mereka itu harus melakukan observasi terhadap anak didiknya, mencari keunggulan dan kelemahannya dan memberikan pertumbuhan dan pengembangan dengan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan porsi kemampuan anak itu.

Jadi guru di sana itu mengajar 5-8 orang saja, mereka itu memiliki tanggung jawab besar agar nantinya masing-masing anak itu bisa mencapai kurikulum tapi dengan cara dan metode yang sesuai dengan kemampuannya. Apalagi evaluasi belajar bukan untuk menjadikan standarnisasi setiap sekolah. Tapi untuk melihat sejauh mana pencapaian kurikulum dan kualifikasi persyaratan inti.

Nah, ternyata di Indonesia itu ada berbagai macam jenis sekolah, sekolah favorit, non-favorit, sekolah negeri, sekolah swasa di mana masing-masing standarnya tidak sama. Semua orangtua menginginkan anaknya lari ke sekolah favorit karena di situ ada guru yang mengajar dengan baik sehingga diharapkan anaknya nantinya lulus dengan kualitas tinggi untuk naik ke jenjang berikutnya.

Perbedaan kualitas guru di sekolah favorit dan tidak favorit, apalagi guru di daerah terpencil jadi kesulitannya untuk distribusi rotasi guru. Entah apakakah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sudah punya "map" distribusi dari guru-guru di tiap daerah, mana guru yang cukup di daerah itu, mana yang tidak cukup. Apabila ada map yang jelas maka cara pendistribusian pun lebih mudah.

Memang rencana untuk rotasi guru itu dilakukan antar-zonasi bukan antar-kabupaten atau provinsi atau ke daerah terpencil. Walaupun ada sumpah dari guru untuk mau ditempatkan di mana saja ketika mereka diterima sebagai PNS, tetapi ada kendala yang cukup berat untuk bisa menempatkan guru di tempat terpencil. Program rotasi itu direncanakan hanya berlaku setahun.

Dari pelaksanaan teknis, tentu harus dipikirkan secara matang karena ada guru yang merasa terbuang ketika ditempatkan di daerah terpencil. Padahal mereka itu mendapatkan gaji dan fasilitas yang cukup baik jika mereka mau ditempatkan daerah terpencil.

Kadang administrasi untuk penempatan itu berlangsung sangat lama sehingga kebutuhan guru di daerah terpencil yang sangat urgen itu baru dapat dipenuhi saat murid-muridnya sudah bosan tanpa ada guru sama sekali.

Di negara lain seperti Jepang yang punya kualitas pendidikan yang baik, rotasi guru dilakukan 6 bulan sekali. Guru-guru itu tidak merasa keberatan atas rotasi karena semua fasilitas dan pemindahan itu sudah sedemikian rapi. Tanpa adanya gesekan dan pihak guru yang menolak karena standar peraturan yang sangat bagus dan karaterisitik guru pun sangat bagus.

Sudah siapkah para guru di setiap zonasi untuk menerima rotasi sesuai keputusan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan? Perlu banyak pematangan dalam segi teknis maupun administratif agar distribusi guru itu benar-benar dapat dilakukan sehingga kualitas antar sekolah tidak ada yang berbeda dan akhirnya kualitas tingkat sosial pun dapat meningkat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun