Persepi atau pemikiran seseorang itu tidak selalu sama. Â Tetapi untuk hal-hal yang umum, biasanya pemikirannya hampir sama.Â
Ketika liburan lebaran, tepatnya pada hari Jumat tanggal 7 Juni, saya diajak saudara-saudara yang masih berlibur untuk reunian sekalian makan di Bogor.Â
Tadinya kami berpikir karena orang Jakarta pasti banyak yang mudik, atau yang tidak mungkin dong jauh-jauh datang ke Bogor untuk makan.
Ternyata pemikiran itu meleset semua, pikirannya sama, liburan yang tinggal sedikit ingin dihabiskan dengan kulienr yang dianggap paling dekat ke Bogor. Â Mungkin satu-satunya tempat kuliner yang sudah kami cek duluan apakah buka atau tidak. Â Â
Setelah salah seorang famili yang tinggal di Bogor mengecek bahwa pedagang kuliner yang terkenal di Jalan Suryakencana itu banyak yang berjualan, kami pun segera meluncur ke Bogor.
Kami berangkat sekitar jam 10 pagi. Â Jalan di Jakarta kosong dan lancar sekali. Ketika masuk tol Jagorawi pun masih lancar, tetapi mendekati Cibubur jalan sudah mulai padat merayap.Â
Kami di mobil bergumam: Â "Wah semuanya bakal ke Bogor atau Puncak nich. Â Kita bisa makan ngga yach?"
Begitu memasuki kota Bogor jalan yang begitu lebar terasa sangat sempit apalagi dengan angkot-angkotnya, makin padat dan merayap. Â Salah seorang dari kami mengingatkan bahwa jangan sampai salah jalur karena sekarang di Bogor itu diimplementasikan Jalan satu arah. Â Begitu salah jalan, kita harus putar dan memutarnya jauh dan penuh dengan kemacetan.
Berharap dengan cemas agar kami tidak salah jalan, akhirnya kami menemukan jalan Suryakencana. Di mulut jalan sudah terlihat macetnya, Â jalan yang tak begitu lebar itu , di sebelah kirinya untuk parkir mobil sementara sebelah kananya untuk mobil yang akan masuk.
Mulai dari ujung jalan, mobil yang diparkir itu semuanya berplat nomer B artinya warga Jakarta. Â Lalu mobil yang berjalan perlahan-lahan karena sambil cari tempat parkir. Â Sementara parkir sudah hampir habis. Udara panas menyengat, saya seperti tidak merasakan di Bogor.