Panggilan jiwa seseorang itu memang tak bisa dipungkiri. Â Dia bisa menjawabnya atau dia bisa mengingkari dan menjauhkan dirinya.
Namun, bagi seorang yang bernama Wallace Wiley, Â panggilan itu terus menggema dalam kalbu, sanubarinya dan dia tak mampu mengelakan dirinya. Jauh dari tempat dia dilahirkan, Vancouver, Washington, Amerika Serikat, pria kelahiran tahun 1948 ini memiliki tugas sebagai insinyur dari suatu mission di Papua, yang disebut dengan Mission Aviation Fellowship (MAF) di Sentani. Â Wallace Wiley yang senang dipanggil Wiley itu telah menunjukkan bahwa dia mengikuti panggilannya dan membantu sepenuh hati pembangunan pendidikan anak usia dini di Papua yang nyaris tidak ada pada tahun 1993. Â Dia menjabat sebagai Kepala MAF Papua dari tahun 1993 hingga 2004.
Dalam setiap kali tugasnya sebagai insinyur dia telah mengunjungi hampir ratusan kampung dimana Wiley menemukan banyak anak yang putus sekolah. Hal ini ditemukannya pertama kali saat ia bertugas di Papua pada 1 Januari 1977. Â Sebagian besar anak-anak kampung ini putus sekolah karena tidak adanya guru.
Masalah dasar adalah tidak adanya bangunan untuk sekolah, ketika Wiley melihat saat berkunjung dalam tugasnya. Â Ia lalu membangun fasilitas landasan pacu di ratusan rute yang dilewati oleh MAF. Â Kemudian, dibangunlah bangunan sederhana yang bisa menampung aktivitas mengajar anak-anak sekolah dini.
Tahun 2008 saat Wiley datang untuk menepati janjinya untuk memutus rantai putus sekolah anak-anak-anak usia dini itu, dia  mendatangkan delapan anak dari Kampung Pogap, Kabupaten Intan Jaya untuk bersekolah di daerah Sentani, Kabupaten Jayapura.  Di sana ada sebuah rumah dilengkapi dua ruangan kelas sebagai sekolah pertama yang didirikannya.
Pengajarnya ada dua guru yang didatangan dari Universitas Pelita Harapan , untuk membantu pelajaran Bahasa Indonesia, membaca dan berhitung. Â Â
Pada tahun 2009 Â Wiley kembali mendatangan enam anak dari Distrik Silimo, Kabupaten Yakukimo untuk belajar di sana.
Tentunya pemilihan anak-anak itu berdasarkan seleksi yang cukup ketat. Usia anak yang dipilih antara enam-tujuh dalam belajar. Â Akhirnya anak-anak itu berhasil menduduk bangku SMA dan telah mampu belajar Indonesia. Anak-anak belajar, bahasa indonesia, bhasa Inggris, agama dan sikap dan nila serta kebiasan hidup yang produktif.
Sekolah yang ini jadi cikal bakal dari pendirian sekolah Papua Harapan di Doyo pada 2019 dan Kemiri 2012.  Nama sekolah itu adalah Sekolah Papua Harapan.  Di ruang kelas yang berjumlah 10 ruang itu diperuntukkan taman kanan-kanan hingga kelas III sekolah dasar.  Sedangkan untuk di Sekolah Papua Harapan di kemiri ada 13 uang untuk siswa kelas IV SD  hingga siswa kelas  II SMA dan asrama bagi siswa anak-anak pedalaman.
Adanya subisidi silang bagi anak-anak . Bagi orangtua yang ekonomi menengah, biaya sekolah dikenakan per bulan per siswa. Namun, bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu, biaya sekolah dibebaskan atau digratiskan.
Kerja keras Wiley  di tanah papua selama hampir 40 tahun membaktikan diri untuk dunia pendidikan anak dini hingga SMA itu sungguh patut diapresiasi . Anak-anak Papua itu sekarang bisa mewujudkan mimpinya untuk bisa ikut ujian pilot karena sebelumnya sungguh ironis tidak ada satupun anak-anak asli Papua yang lulus ujian seleksi masuk pilot karena terkendala dengan mutunya pendidikan di sana bahkan tidak banyak anak yang bisa meraih pendidikan sampai SMA.