Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Rumah Makin Tidak Terjangkau oleh Generasi Millenial

31 Januari 2018   12:40 Diperbarui: 1 Februari 2018   19:14 1795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum membaca judul yang sama di suatu media cetak, saya suka negative thinking dengan judul yang sangat provokatif atau kadang-kadang kurang merasa tidak berpihak kepada generasi milineal. Loh saya bukan dari generasi milineal tapi saya suka banget melihat cara kerja generasi milenial yang super kreatif dalam dunia digital.

Tapi setelah baca dengan teliti, dan menghitung dengan saksama saya sadar sekali bahwa betapa fakta yang menyatakan bahwa generasi milenal memang sulit sekali untuk mendapatkan sebuah rumah yang layak huni itu benar adanya.

Sejak 2015 Indonesia diberikan berkah dengan bonus demografi di mana jumlah penduduk Indonesia sebesar 261,8 juta, 176,8 juta adalah penduduk usia generasi milenial. Generasi milenial yang lahir pada tahun sekitar 1980-1999.

Survei Bank Dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2025 pertumbuhan penduduk Indonesia akan mencapai sekitar lebih dari 68 persen tinggal di perkotaan, dibandingkan dengan tahun 2014 hanya sebesar 52 persen.

Dari survei yang diadakan oleh Litbang Kompas kepada generasi milenial dengan pertanyaan "Apakah Anda menganggap hunian sebagai barang primer?" Ternyata jawabannya hampir 60-80% menyatakan "penting". Pergeseran kebutuhan Generasi Milineal ini telah dipantau oleh Kompas juga untuk menilai hunian jenis apa yang diinginkan oleh generasi milenial yang lahir tahun 1980-1999. Ternyata pilihan mereka adalah apartemen yang memiliki kemudahan akses transportasi, dan tidak perlu banyak bayar kewajiban biaya layanan bulanan yang dihitung luas unit, memiliki kelayakan bangunan. Hunian masa depan bagi generasi milenial adalah serba praktis dan dikejar waktu, fasilitas internet untuk akses informasi.

Dengan adanya generasi milenial tinggal di kota, kebutuhan primer mereka adalah tempat tinggal. Tempat tinggal yang sekarang ini dibangun di tengah kota-kota besar ternyata sangat mahal dibandingkan dengan gaji yang diperoleh generasi milenial.

Katakan untuk rumah kecil atau apartemen yang paling minimalis di tengah kota, harganya minimum 400 juta per unit. Sementara gaji generasi milinial di Jakarta 34 persen berpenghasilan Rp4-Rp7 juta per bulan, 14 persen berpenghasilan Rp7 juta-Rp12 juta per bulan, dan hanya 6 persen berpenghasilan Rp12 juta ke atas.

Untuk mencicil atau mengangsur harga rumah, minimum diperlukan Rp3-4juta per bulan.Nach dengan gaji dari struktur generasi milineal seperti di atas tentunya tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan rumah di Jakarta.

Pilihan lain agar dapat membeli rumah adalah dengan membeli rumah subsidi oleh pemerintah seperti rumah susun yang jauh lebih ringan. Sementara yang tidak menginginkan rumah susun, dapat memilih rumah di pinggiran kota yang agak miring dibandingkan di dalam kota. Sebagai contoh untuk rumah di pinggiran Kota Semarang, Jawa Tengah, yang membeli dengan cara kredit sebesar Rp300 juta dengan membayar uang muka sebesar Rp30 juta - Rp50 juta.

Tiap bulan mereka harus menyisihkan sebesar Rp3 juta untuk cicilan. Sebagian untuk membayar uang muka pun mereka harus mengumpulkan uangnya selama empat-lima tahun kerja atau bahkan ada yang pinjam uang dari orang tua. Konsekuensi dari pemilihan rumah di pinggiran kota adalah dengan jarak yang jauh dari tempat kerja, biaya tambahan untuk transportasi. Ada juga yang setelah punya rumah di pinggiran kota, merasa tidak nyaman untuk pulang pergi ke kantor dari rumah yang jauh. Lalu terpaksa mengambil apartemen atau kos di tengah kota yang jaraknya lebih dekat dengan kantor. Hal ini tentu menambah beban biaya dua kali lipat.

Adalah Brilliant Johan (36) seorang karyawan dari BUMN di Surabaya, membeli rumah di Mojokerto yang berjarak 50 Km dari Surabaya. Jarak yang jauh itu harus ditempuh lebih lama sekitar 60-90 menit di jalan dan penuh perjuangan untuk kemacetan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun