Impian untuk memiliki rumah sendiri sudah ada sejak saya mulai bekerja.  Rumah jadi impian karena sebelum bekerja saya sudah tinggal di Jakarta untuk sekolah di akademi dan perguruan tinggi selama hampir 5 tahun.  Tinggal di kos yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan sekolah dan bekerja. Sebagai anak kos  ternyata tidak nyaman karena harus menyesuaikan diri dengan pemilik kos atau jika kos tanpa pemilik pun harus bertoleransi tinggal bersama dengan teman-teman lainnya.  Rumah menjadi salah satu kebutuhan dasar saya yang harus saya penuhi.
Rasanya sudah cukup capai untuk tinggal di kos dan sudah saatnya jika punya uang pengin sekali untuk memiliki sebuah rumah mungil  yang bisa nyaman ditinggali.
Alasan yang lainnya tentu saya melihat bahwa harga rumah tidak sebanding lurus dengan gaji yang saya dapatkan.  Harga rumah berpuluh kali  bahkan beratus kali dari gaji. Jika ada kenaikan gaji pun, kenaikan itu tidak dapat mengikuti kenaikan harga rumah.
Yang jelas untuk beli rumah, saya tak mampu membelinya secara kas keras karena tak ada dana yang mencukupi.  Meskipun saya telah melihat keuntungan bila saya beli rumah secara  kas keras maka ada keuntungan seperti dapat diskon cukup lumayan, dan keuntungan lainnya yaitu saya tak punya hutang kepada siapa pun, dan dokumen pembelian rumah akan segera saya miliki  begitu pembayaran rumah dilakukan secara kas. Tak perlu menunggu lama untuk mendapatkan sertifikat rumah , IMB serta dokumen pendukung lainnya.
Ada pertimbangan lain sat ingin membeli rumah secara KPR , yaitu dana untuk down payment yang belum saya miliki. Saya baru bekerja beberapa bulan. Gaji saya masih kecil, tabungan belum cukup untuk bayar down payment. Option saya adalah menunggu hingga saya memiliki uang yang cukup untuk bayar down payment.
Beruntung saya bekerja di sebuah bank asing yang memiliki fasilitas kredit KPR untuk karyawan setelah  bekerja selama 5 tahun.  Begitu masa kerja saya sudah 5 tahun dan dana untuk down payment terkumpul, saya mulai mencari rumah yang saya inginkan.
Mencari rumah ternyata bukan hal yang mudah, selain konstruksi bangunan, lokasi yang strategis dan tidak banjir, kenyamanan dan keamanan pun harus diperhitungkan, juga dokumen-dokumen sertifikat, IMB dan lainnya harus asli .  Saya inginkan membeli  rumah langsung dari developer (Primary)  karena lebih murah harganya dibandingkan membeli dari tangan kedua (secondary).
Sayangnya, saya mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan sertifikat dari rumah yang saya ingin beli  langsung dari sebuah developer terkemuka karena sertifikat rumah masih berbentuk sertifikat induk belum dipecah menjadi masing-masing sertifikat.
Akhirnya, saya berhasil mendapatkan rumah secondary dengan dokumen yang lengkap sekali dan  telah mencek validasinya di BPN (Badan Pertanahanan Nasional)  keaslian sertifikat tanah itu.
 Setelah selesai  proses  verifikasi sertifikat tanah, barulah saya mengajukan aplikasi pinjaman KPR melalui tempat saya bekerja. Semuanya persyaratan pinjaman dicheck kembali oleh tim verifikasi KPR kantor sebelum  dana untuk pinjaman dikeluarkan. Â
Akhirnya, pinjaman KPR melalui kantor berhasil disetujui, dana segera ditransfer kepada penjual oleh Bank,  saya sebagai pembeli belum dapat menyimpan dokumen rumah sampai pelunasan kredit dilakukan.  Hampir tiap bulan selama 15 tahun, saya mencicil angsuran rumah, dan akhirnya KPR selesai dan dokumen yang telah dimortgage (dijaminkan di bank)  pun direlease dihadapan Notaris  dan saya menjadi pemilik rumah secara sah.