Sejenak saya terdiam ketika baru mengetahui usia Kompasiana telah mencapai 8 tahun. Usia yang masih muda belia. Jika dianalogikan sebagai seorang anak kelas III SD. Anak yang masih dalam taraf perkembangan untuk menjadi pemuda dan mandiri dalam hidupnya.
Namun, di usia yang sangat muda itu, perkembangan komunitas penulis di bawah bendera “Kompasiana”, bagaikan sebuah perjalanan terjal, menapak dengan tegas, penuh dengan semangat, dan kreativitas maupun inovasi dari sekian banyak netizen jurnalis.
Hampir dipastikan bahwa semua netizen jurnalis yang tergabung dalam “Kompasiana” merasakan gegap gempitanya acara-acara yang diadakan oleh Kompasiana. Suasananya yang tak pernah surut dengan gelak tawa, canda dan silahtuhrahim bahkan penuh sapa ketika bertemu. Walaupun di sana sini banyak sapaan canda maupun kritik dalam berbagai tulisan yang seolah lawan yang sedang beradu di arena.
Bergabung di Kompasiana sejak tahun 2012, perjalanan panjang mengajak saya untuk menengok ke belakang. Di Awal tahun 2012 hingga akhir tahun 2012, saya seolah menjadi “silent reader” di Kompasiana. Seolah seorang bayi sedang belajar berjalan, melihat, mendengar dan berbicara. Tak ada kegiataan menulis yang ada di platform ini, boleh dikatakan pasif sekali.
Tahun 2013, saya mulai menulis beberapa artikel yang boleh dikatakan dapat dihitung jari, 13 saja. Kurang produktif dan kurang bersemangat dalam menuangkan tulisan. Motivasinya masih belum jelas.
Tahun 2014 menjadi anak balita yang minta diajak jalan-jalan. Tuisan saya sangat minim sekali hanya 34 dan tidak berkualitas untuk dibaca .
Tahun 2015 merupakan suatu titik kebangkitan hidup atau anak balita yang sedang agresif untuk belajar keinginan taunya. Kebangkitan untuk memotivasi diri sendiri bahwa saya harus menjadi penulis yang produktif . Hasilnya saya menulis dengan jumlah 161 tulisan.
Perjalananan proses penulisan seorang anak yang sedang agresif untuk belajar, sering terantuk-antuk di tengah jalan. Penuh mimpi untuk meraih apa yang diinginkannya. Menginginkan agar tulisan saya makin penuh makna, berkualitas, mampu memotivasi orang lain maupun diri sendiri. Mengajak saya untuk melihat ke depan tanpa menengok apa yang terjadi di belakang. Semuanya ditinggalkan, menapak seluruh energi untuk menulis. Sebelum akhir tahun 2016, tulisan saya mulai terlihat berkualitas baik dari segi jumlah (161 sampai akhir Oktober 2016) maupun gaya penulisan serta manfaatnya.
Mimpi besar untuk belajar menulis reportase:
Setiap kali membaca tulisan penulis lain yang berada di Headline, saya selalu berpikir kapan tulisan saya akan sejajar di sini. Bagaikan suatu mimpi jika keinginan itu hanya sekedar mimpi. Namun, mimpi besar itu didengar dan saya mendapatkan kesempatan untuk mewujudkannya. Saya bisa ikut nangkring bersama Ketapel untuk Belajar Sukses Interview pada tanggal 22 Mei 2016. Laporan pun saya buat “Belajar "Sukses Interview Narasumber dan Apik Menuliskan Reportase" bersama Gapey Sandy
Kebahagiaan atas Kemenangan