Pengalaman saya ketika teman-teman saya sudah tinggal landas atau sudah menikah, saya sendiri masih jomblo. Jomblo karena memang belum ketemu jodohnya. Usia memang sudah sangat matang untuk menikah karena sudah di atas 30 tahun. Justru di usia yang sangat matang itu saya makin takut untuk menikah karena pengalaman melihat pernikahan gagal dari teman-teman saya maupun orang yang saya kenal.
Teman saya yang menikah sangat muda karena dia dianggap sebagai “kembang” atau yang paling cantik di kampus. Kuliahnya belum selesai, sudah menikah. Acara pernikahan sangat hebat dan mewah karena calon suaminya anak orang yang kaya. Namun, belum lama menikah terjadi musibah besar dari biduk perkawinan teman saya ini. Ketika mereka sudah memiliki anak berusia 3 bulan, sakit keras, dan tidak tertolong. Suami-istri saling menyalahkan dan belum bisa menerima kenyataan. Belum selesai masalah satu timbul yang lain, bisnis suami gagal. Akhirnya, secara psikologis kedua suami istri ini belum siap untuk menerima kegagalan dan penderitaan yang bertubi-tubi dari kehidupan pernikahan mereka, sehingga terjadilah perceraian.
Yang paling menyedihkan saat mendengar bahwa seorang putri tetangga saya terpaksa harus disembunyikan ke tempat lain untuk melahirkan di usia yang sangat muda belia. Anak muda ini belum siap menikah karena mereka baru duduk kelas XI. Keduanya belum bekerja, secara ekonomi, mereka belum siap untuk menikah. Tanggung jawab pun tidak dilakukan oleh calon bapak yang meninggalkan anak perempuan dengan tidak mau bertanggung jawab. Terpaksa orangtua harus mengadopsi anak dari anak perempuannya itu sebagai anak .
Jika ditinjau dari BKKBN usia ideal untuk menikah adalah 21 tahun itu bagi perempuan untuk menikah, alasannya kesehatan perempuan 21 tahun, sehat fisik dan mental, sedangkan bagi pria (minimal) 25 tahun.
Tapi menurut UU Undang-Undang Perkawinan tahun 1974, batas usia 16 tahun.
Sayangnya, Majelis Mahkamah Konstitusi menolak gugatan soal menaikkan batas usia minimal bagi perempuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Yayasan Kesehatan Perempuan dalam perkara 30/PUU-XII/2014 dan Yayasan Pemantauan Hak Anak dalam perkara 74/PUU-XII/2014 meminta batas usia ditingkatkan dari 16 jadi 18 tahun.
Seyogjanya, pernikahan dipahami sebagai pernikahan sakral karena kebanyakan dilakukan dengan upacara agama dan diikuti dengan pesta pernikahan yang besar. Harapan untuk menggapai keluarga yang bahagia dan cerah untuk masa depan . Pembekalan untuk memasuki pernikahan sangat penting karena menikah itu sangat kompleks, bukan hanya dilihat dari usia saja, tetapi juga harus dilihat dari segi kematangan-kematangan segi psikologis , ekonomi dan biologis.
Kematangan psikologis:
Remaja itu sudah siap dengan bekal yang matang untuk masuk ke gerbang pernikahan. Siap untuk menghadapi gelombang kesulitan rumah tangga apabila terjadi masalah baik itu dalam bidang ekonomi,kesehatan atau masalah apa pun. Remaja sudah siap menjadi ayah dan ibu dari anak-anaknya. Siap untuk mendidik putra-putrinya dengan karakter yang sangat kuat
Kematangan ekonomi:
Remaja sudah siap untuk membangun keluarga dengan ekonomi yang cukup , bekerja secara mantap dan tidak jadi penggangguran. Dana yang cukup untuk menopang istri kesejahteraan dan kesehatan anak-anaknya serta istrinya. Cukup mampu untuk pangan, sandang dan papan bagi keluarga.
Kematangan biologis: