Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Reklamasi Teluk Benoa, Ancaman Salah Satu Icon “Bali”

25 Desember 2014   21:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:28 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_387697" align="aligncenter" width="465" caption="google.com"][/caption]

Hampir tiap orang mengenal Bali. Bahkan turis maupun wisatawan di Luar Negeri pun mengenal baik Bali dari pada Indonesia.Bali identik dengan Indonesia.Begitu terkenalnya, sehingga Bali lebih merupakan destinasi wisatawan yang paling populer sampai saat ini.

Bagi saya pribadi, Bali memang tempat wisata yang sangat atraktif baik alam, budaya, orang-orang lokal yang sangat ramah dan tamah.Pertama kali menginjak Bali di tahun sekitar 1992, menyukai keindahan Ubud, Tampak Siring, Pantai Kuta, Pura Tanah Lot, Danau Bedugul,Pura Uluwatu, Tanjung Benoa, Danau Batur Kintamani.

Pilihan untuk menginap dekat pantai seperti Legian dan Sanur jadi pilihan karena melihat dari dekat matahari terbit dari mulai dengan sinarnya yang Membentang dari timur ke Utara merah oleh cahaya.Perlahan menyembul menawarkan keindahan yang sangat menawan.Begitu pula pada waktu sore hari di ufuk sebelah barat, matahari perlahan-lahan masuk dengan lembutnya.

Namun, apa yang terjadi ketika saya berkunjung ke Bali untuk kedua kalinya di tahun 2009.Bali tak semenarik pada tahun 1992.Kota yang begitu banyak keindahan alamnya itu, tampak sangat berubah.Mulai dari kemacetan, kotor oleh sampah di Kuta, Legian.Banyak turis datang dan budaya komersial tampak di sana sini.

Upaya untuk mengembalikan geliat Bali sebagai kota Turis, tampaknya disadari oleh Pemerintah Daerah Bali.Usaha yang pertama kali adalah mencari destinasi wisata di luar Kuta dan Legian.Dalam usahanya untuk mendapatkan “beyond Bali”,kriteria tempat wisata yang nyaman, tidak macet, mudah diakses menjadi sasaran dan tujuan utama.

Muncullah wacana dari Pemerintah untuk merivitalisasi Teluk Benoa.Jika dilihat dari fakta dan kondisi Teluk Benoa, memang kelihatannya memprihatinkan karena banyak pendangkalan, sampah dari sisa pembangunan tolmaupun sampah rumah tangga.Pemerintah mengkhawatirkan hal ini berdampak terhadap kehidupan hutan mangrove akibat sedimentasi.Luas dari Teluk Benoa sekitar 3.300 hektar.Hal ini mendorong Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden nomer 51/2014 untuk memperbolehkan revitalisasi mangrove 1.400 hektare dan sisanya perairan yang telah mengalami sedimentasi.

[caption id="attachment_387700" align="aligncenter" width="600" caption="google"]

14201051092049053588
14201051092049053588
[/caption]

Namun, masyarakat Bali memprotes atas rencana reklamasi ini karena wilayah Teluk Benoa seluas 3.300 hektar ini merupakan wilayah konservasi hutan mangrove.Memang reklamasi bukan tindakan buruk. Tapi jika ini dilakukan semata-mata berdasarkan kajian yang tidak matang dan menimbulkan dampak yang lebih buruk lagi, akan berakibat fatal. Salah satu contoh dari usaha reklamasi ini adalah mengambil pasir dari Pulau Lombok , dimana pasir ini sebenarnya masih dibutuhkan oleh Lombok. Akibatnya pantai Lombok yang diambil pasirnya akan gundul. Lalu apa gunanya mengambil pasir dari suatu tempat yang sebenarnya masih dibutuhkan diambil ke tempat yang lain, yang belum pasti menghasilkan yang lebih baik.

Sebagai contoh lain, Pulau Serangaan yang ada sekarang juga hasil reklamasi, dampaknya terasa bagian selatan laut tidak jernih lagi.

Tujuan Reklamasi memang sangat baik dan benar bila dikaji dengan kajian yang sangat komprehensif danmemperhatikan kelanjutan ekologis dari lingkungan.

Sayang sekali pada akhir jabatan ex presiden SBY, justru menyetujui reklamasi Teluk Benoa dengan mengeluarkan PP No. Nomor 51 Tahun 2014 tentang perubahan atas Perpres 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan (Sarbagita).

Saya sebagai warga yang mencintai Bali dengan keindahannya, kenyamananya, tidak ingin melihat dampak dahsyat dan buruk dari Reklamasiyang dicananangkan oleh Pemerintah Lama.Saat ini saya hanya berharap agar para menteri Lingkungan Hidup mempelajari lagi kajian , utamanya kajian dari Walhi , benarkah, tujuan Reklamasi itu memang tidak berdampak atau hanya semata untuk kepentingan investor asing.

Bagian volunteer yang saya kerjakan sebagai warga negara, adalah saya masih tetap menolak Reklamasi ini dengan memberikan suara saya pada petisi org. "Tolak Reklamasi Teluk Benoa".Mohon kepada Pemerintah untuk Batalaan PP Nomor 51 Tahun 2014.

Sumber referensi:

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/14/12/25/nh4hio-soal-revitalisasi-teluk-benoa-ini-pandangan-industri-pariwisata

http://www.walhi.or.id/di-akhir-masa-pemerintahan-sby-mengeluarkan-kebijakan-yang-menguatkan-monopoli-pemodal.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun