Mohon tunggu...
HERRY FERDIAN
HERRY FERDIAN Mohon Tunggu... -

Herry Ferdian, S.Pd.I dilahirkan di Ciamis tepatnya pada 5 juli 1987. mengawali karir didunia jurnalistik saat duduk dibangku perkuliahan IAID Ciamis menjadi sekretaris redaksi HARAKATUNA dan MOEKA "MEDIA ORANG KAMPUS". Penulis juga pernah aktif di berbagai organisasi intra dan ekstra kampus, diantaranya : BEM KM IAID 2004, DPM Sebagai Sekretaris Jenderal, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sebagi Sekjen 2005, Forum Kajian Filsafat Islam (FKFI) Ciamis Sebagai Ketua Umum, dan berbagai organisasi kemasyarakatan dan ilmiah lainnya.Penulis menyelesaikan perkuliahan dengan kualifikasi nilai 3.28 (Sangat Memuaskan). Selain itu Penulis juga memiliki bakat seni dan berkesian yang tinggi dalam bidang sastra, musik, dan vokal, baginya seni dan berkesenian adalah identitas manusia yang mampu memberikan harmoni dengan beragam ciptaan Tuhan. Sekarang penulis aktif sebagai Staf Pendidik Aqidah Akhlak dan TIK di SMP Plus Almaarif NU Pangandaran dan Guru Bahasa Inggris di SDN 5 Cibenda, serta sebagai peneliti Akhlak dan Etika Remaja dilingkungan pesisir Pangandaran yang notabenenya lingkungan pariwisata. Terimakasih

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jeritan Bumi

28 Februari 2012   17:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:46 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Refleksi Tengah Malam

Jeritan Bumi
---------------

Dalam diam aku mulai pahami
Alam nusantara meronta, menahan keserakahan birahimu
Tiada ketenangan, tiada tentram
Kekalutan yang meraja terus meraja
Mencekam hati budak-budak Ilahi

Bumiku rusak tiada dipinta
Murka menelan beribu nyawa
Tanggung jawab serasa hilang, kalah oleh egomu
Ia bak berbilang namun tak berkata
Akankah kembali alam surga dunia ini?

Isak tangis rentaan penghuni alam memekik
Membahana
Menderu angin bersambut hadirnya derita
Rusaklah bumiku
Bumi tempat berpijak, tempat bergantung

Adakah kau mendengar
Jeritan nyawa melayang terkikis harapan
Air, angin, tanah menangis
Tak kuasa melawan kepedihan yang kau tarikan diatas kepuasanmu
Kau tuli, buta, bisu
Tak sadar, Engkaulah perusak itu
Perusak bumi nusantaraku

Satu kamar di Ciamis Sealatan, 28 February 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun