Mohon tunggu...
IB Ilham Malik
IB Ilham Malik Mohon Tunggu... profesional -

Senang membaca, menulis dan berdiskusi. Juga berupaya mempraktekkannya....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Singapura Menjadi Rujukan Penataan Kota?

1 Februari 2014   08:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:16 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita beberapa hari yang lalu kembali mengejutkan saya. Meskipun telah diingatkan beberapa tahun sebelumnya bahwa warga Singapura tidak nyaman tinggal di kotanya sendiri, saya masih belum begitu yakin. Awalnya saya menduga ada faktor penyebab lain yang menyebabkan pendapat semacam itu keluar. Namun dalam survey berikutnya ternyata fakta itu kembali mencuat. Warga kota itu tak nyaman.

Jika ini yang terjadi, maka tentu saja menjadi pertanyaan besar bagi kita semua, apakah Singapura ini masih layak untuk menjadi rujukan kita dalam menata kota? Sebab, untuk memastikan angkutan umum membaik, drainase dan sanitasi membaik, pengelolaan sampah juga membaik, dan sebagainya, tidak perlu meninggalkan ciri khas kota kita sendiri yang permukimannya padat, warganya suka bertelanjang dada, berkeringat. Sebab, yang penting adalah kebersihan terjaga, tidak ada genangan air kotor, dan sebagainya. Modern tapi tetap khas kota tropis.

Perguruan tinggi yang acapkali melakukan perjalanan studi ke Singapura, saya kira harus secara akademik mempertimbangkan kembali, apakah Singapura layak menjadi rujukan / contoh penataan kota yang baik? Sebab, penataan kota yang baik ternyata meningkatkan daya saing antar warganya sendiri. Sehingga, warganya menjadi lelah dengan "pertempuran" itu. Belum lagi ditambah dengan invasi ekonomi dari beberapa warga atau kelompok yang masuk ke kota shingga semakin mendorong perlawanan untuk sejajar dari warga setempat. Persaingan yang semakin berat inilah yang menyebabkan ketaknyamanan.

Kita harus kembali menggabungkan realitas dengan idealitas. Kita harus mengkompromikan ini semua. Kota modern dan cara bermukim penduduk tradisional harus dikombinasikan. Dan ini menjadi tugas dan tanggung jawab para manager kota, akademisi dan para praktisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun