Ini tentang pembangunan. Pembangunan yang menggerakkan semuanya. Pembangunan apapun. Fisik maupun non fisik. Politik, ekonomi, sosial dan budaya, pendidikan, juga sarana dan prasarana, semuanya harus dibangun. Terus menerus. Tanpa jeda, tanpa koma. Sebab itulah esensi kemerdekaan. Setiap anak bangsa dituntut untuk membangun negerinya. Dan pemerintah, selaku pengatur irama, menyusun berbagai regulasi sehingga tidak ada proses pembangunan yang terlalu mendominasi, membawa irama lain, bahkan lagu lain. Selayaknya orkestra, semua elemen pembangunan di negeri ini, dituntut untuk seirama, senada, dalam nafas yang sama, dan dengan niat baik yang sama.
Dan begitulah pula dengan Lampung. Proses politik sudah lampau. Saatnya untuk membangun daerah ini. Harus diakui, politik selalu saja menarik perhatian. Sangking menariknya, sampai-sampai proses pembangunan yang seharusnya tanpa jenda, menjadi ada jeda. Menjadi ada tanda komanya. Dan inilah yang akhirnya membuat proses “menjadi” di daerah ini, selalu saja menjadi impian. Energi selalu habis untuk meladeni kebijakan yang aneh dan lucu, dana selalu saja habis untuk hal yang tidak esensi dan berakhir mubazir, perhatian selalu saja tercurahkan ke hal yang tidak berkualitas, dan pada akhirnya, hasilnya, Lampung menjadi daerah yang masuk dalam golongan termiskin se-Indonesia.
Lampung sudah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang/RPJP. Sebagaimana juga dimiliki oleh negeri ini. Seyogyanya, esensi dari keberadaan RPJP adalah memastikan proses pembangunan terus menerus terjadi, tanpa jeda, tanpa koma. Semua harus berproses terus, dalam irama yang sama. Dan Lampung, yang bertujuan untuk menyejahterakan daerahnya, rakyatnya, bangsanya, sebagaimana yang tertuang dalam RPJP Lampung, harus menerus melakukan proses pembangunan itu. Dan tentu saja, guideline yang tertuang dalam RPJP, harus dipatuhi, dilakoni, diagendakan, dianggarkan dan dilaksanakan sebaik-baiknya. Jika ini dapat dilakukan, sudah tentu, Lampung tidak akan menjadi daerah tertinggal, bangsa tertinggal, yang bisa ditertawakan oleh daerah lain, dan bangsa lain.
Dalam rangkaian membangun tanpa koma, Lampung harus dapat menempatkan segala sesuatu sesuai porsinya. Pemerintah daerah beserta seluruh perangkatnya, harus mampu mengatur irama pembangunan di negeri ini. Jika perhatian, energi, waktu, dan biaya yang ada di masyarakat, tidak tertuju pada hal yang seharusnya, maka kewajiban para muspida untuk mengarahkan seluruh sumber daya itu pada tempatnya. Jangan buat masyarakat terjebak pada hal yang tidak seharusnya. Para muspida sudah seharusnya menjalankan itu semua. Supaya daerah ini, bangsa ini, tidak melulu menjadi tertawaan pihak lain, karena dianggap sebagai daerah termiskin, tertinggal dan bodoh. Apa yang bisa diperbuat oleh daerah miskin semacam itu?
Bertahun-tahun sudah daerah ini mencurahkan perhatian bukan pada hal yang seharusnya. Menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya bukan untuk hal yang seharusnya. Jika memang sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan, dianggap sebagai lokomotif kesejahteraan masyarakat. Maka, apakah semua rangkaian kegiatan untuk mewujudkan hal itu sudah dilakukan? Jika jawabnya belum, maka ini pertanda bahwa betapa rendahnya komitmen penyelenggara pemerintahan. Dan seandainya, mayoritas rangkaian kegiatan untuk mewujudkan kesejahetaraan melalui pengembangan sektor pertanian telah dilakukan, dan hal itu ternyata tidak juga membuat daerah ini sejahtera, berarti ada yang salah dalam menentukan lokomotif pembangunan. Jika benar demikian, maka sudah seharusnyalah seluruh pemangku kebijakan, yang ada di pemerintahan, melakukan penelaahan ulang atas hal itu. Agar kebijakan pembangunan tidak salah kaprah.
Daerah ini miskin. Fakta yang tidak enak ini harus ditelan bulat-bulat. Dan semua anak bangsa di daerah ini harus memikirkan jalan keluar dari kemiskinan ini. Pemerintah sebagai dirijen pembangunan daerah, harus mampu mengendalikan seluruh irama pelaksana pembangunan yang ada. Politik tidak boleh terlalu mendominasi. Apalagi politik kepentingan kelompok. Politik adalah hal yang bisa melibatkan banyak orang dan bisa menarik perhatian lebih. Tapi politik pula yang mebuat pembangunan di daerah ini menjadi ada jeda, ada komanya. Perhatian masyarakat yang tidak pada tempatnya ini seharusnya diubah oleh regulasi. Daerah ini harus menjadi daerah yang terus menerus membangun, pada arah yang tepat dan pada jalan yang benar, agar kesejahteraan daerah dan masyarakat bisa tercapai, dan agar Lampung tidak lagi menjadi negeri yang miskin dan menjadi tertawaan orang lain.
Membangun Lampung Tanpa Koma
Oleh: IB Ilham Malik
Dosen Teknik Sipil UBL, Direktur Center for Urban and Regional Studies (CURS) UBL
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI