Kemarin saya bertemu dengan sutoro eko. Dia mantan irektur IRE (instite researc and empowerment) pedesaaan Yogyakarta. Menurutnya, dia juga yg menyusun draf UU desa dan bertemu dengan berbagai kalangan. UU desa ini digolkan karena adanya fakta bahwa setiap desa, setelah didata, ternyata menerima banyak program dari pemerintah. Yg kemudian, ketika di akumulasi, sekitar 1,4 miliar per desa, dari berbagai program seperti PNPM, PPID, dan sebagainya. Karena program itu banyak, maka diusulkan menjadi satu pintu saja. Dimana satu desa diberi 1 miliar dan pengelolaannya dilakukan oleh desa. Untuk itu diperlukan payung hukum yg kuat. Maka UU desa digulirkan dan kini disahkan.
Menurut saya, logikanya sederhana saja. Pemerintah telah memberikan perhatian yg baik pada desa melalui berbagai program. Maka mereka, yg concern dengan desa, mengusulkan agar desa diberi kewenangan untuk berbuat apapun di desa itu, dengan ploting dana 1 miliar tiap desa. Dan keleluasaan diberikan pada desa untuk berbuat apapun terhadap anggaran itu. Apakah mereka ingin membangun jalan, membangun drainase, embung, saluran drainase, dan seterusnya.
Tapi UU desa ini tidak memperhatikan faktor pemerataan. Apakah tuap desa memiliki kebutuhan anggaran 1 miliar semua? JAwabnya tidak. Apakah pengelolaannya dilakukan oleh aparat desa? Maka akan banyak yg masuk penjara. Makin banyak pihak yg berkuasa pada pengelolaan anggaran, maka akan semakin banyak pengawas anggaran. Dan makin banyak peluang kongkalikong. Atau bahkan makin banyak orang yg berurusan dengan hukum. Apalagi UU desa ini, diawali oleh studi terhadap 135 desa di jawa tengah dan DIY, yaang dari studinya IRE ini terbukti bahwa ada Rp 1,4 M dana yg masuk ke desa itu.
Tapi, apakah desa tersebut memiliki program pembangunan yang sama? jawabnya pasti tidak. Dan apakah pelaksananya aparat desa? Bukan. Karena aparat desa tidak memiliki kapasitas untuk itu. Apakah pengawasannya dilakukan oleh aparat desa? Ya sebagian. Tapi lebih banyak ke pihak pengawas khusus. Dan seterusnya. Intinya,ada banyak masalah jika UU desa ini tidak ditinjau ulang.
Begini ya. Kebijakan yg populis belum tentu baik. Begitu juga sebaliknya. UU desa ini haruslah memperkuat keberadaan desa. Dan keberadaan itu bukan selalu berarti diberi dana khusus. Lalu aparat desa dilengkapkan dan seterusnya. JAdi, keberadaan desa diakui namun indepedensinya juga diakui.
UU desa ini membuat masalah semakin banyak dan akan semakin runyam. Saya berharap, UU desa diuji di MK dan mudah2an dicabut. Sebab dampak buruknya terlalu besar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI