Masih hangat di telinga kita ,,tentang makian seorang sosialita dalam suatu statusnya ,, pada akhirnya makian tersebut menjadi bumerang dan blunder bagi dirinya sendiri ( apalagi gambarnya dengan telak terjepret kamera dari beberapa orang). Kalau merasa belajar di negeri atau daerah orang bagi para pendatang, bukankah menjadi suatu hal yang penting dimana para pendatang harus belajar mengenai budaya tempat tersebut?? harus menerima segala kelebihan dan kekurangan tempat tersebut,, sebagai seorang civitas akademika yang baik , bukankah apabila merasakan tidak ada suatu perubahan yang baik bagi daerah yang dijelajahinya mengapa tidak mau melakukan perubahan bagi daerah tersebut. Tak Berbudaya???? mungkin di harus lebih banyak belajar tentang filsafat apa makna budaya sebenarnya dari orang-orang yang berbudaya seperti Prof. Mudji misalnya, dimana beliau adalah salah satu orang "Jogja" yang mengajarkan tentang filsafat budaya bagi kami para civitas akademika di Pasca Sarjana Kessos di Universitas Indonesia" lucunya orang tersebut mahasiswa Pasca sarjana juga :)
Jikala tempat,situasi dan kondisi yang terasa sangat sempit. Dimana kita melihat masyarakat yang anak-anaknya mungkin kurang untuk di "didik" untuk lebih berbudaya dan mengenal budayanya sendiri, mengapa kita tidak mengajarkannya??? Mengapa kita sebagai seorang civitas akademika yang mempunyai kemampuan lebih dalam ilmu tidak mau merubahnya?? mengapa kita para mahasiswa Pasca Sarjana tidak mau menjadi "Agent Of Change"??? Bukannya memaki yang menunjukkan betapa dangkalnya keilmuwan yang sudah kita raih. Menciptakan Hablum minannas (hubungan antar manusia) yang baik adalah melalui membagi dan menyebarluaskan keilmuwan yang kita miliki supaya menjadi pencerahan bagi orang lain. Bukan melalui hujatan yang tidak bisa merubah apapun...
Saya dan teman-teman civitas akademika lainnya, merasa sedih melihat celotehan sepeti itu, Jogja masih tetap ramah, jogja masih tetap berbudaya,hingga membuat para manusia yang datang dari belahan bumi lain sampai "Keblinger" untuk belajar tentang budaya dari orang-orang "tolol" yang bisa menciptakan candi-candi yang menjadi warisan dunia. Jutaan masyarakat dunia datang ke Jogja yang "Miskin" untuk belajar mengenai kekayaan dan warisan kebudayaan memalui tarian maupun kuliner,,,Jutaan masyarakat dari berbagai Benua mengalihkan perhatiannya untuk lebih menggali budaya dari manusia-manusia yang katanya "Tidak Berbudaya"
Pelajaran yang sangat berarti,,,