Mohon tunggu...
Idris Egi
Idris Egi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Fishum I.kom 11730073

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Potret Demokrasi Indonesia di Bawah Rezim SBY

8 Januari 2015   06:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:34 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua periode SBY memimpin, Indonesia tak ubahnya negara menuju kehancuran; tenggelam jauh di bawah samudera yang penuh dengan kekayaan lautnya, tersesat di belantara hutan yang menyediakan sumber daya alam yang tak terhitung kayanya,wafat dalam tragedi politik yang penuh muatan kepentingan dan rugi secara ekonomi di tangan kapitalis asing yang serakah.

Marjinalisasi perekonomian rakyat dilakukan dengan menciptakan etalase-etalase ekonomi raksasa. Berdiri Indomaret, Alfamart, Superindo, Ambarukmo Plaza beserta mall-mall besar milik asing yang terlebih dahulu (harus) menutup pasar tradisional, menggusur tanah rakyat. Lalu, di dalam etalase ekonomi raksasa tersebut, terdapat orang-orang pribumi menjadi kasir yang merangkap sebagai pembersih ruangan. Alhasil, rakyat menjadi kuli di dalam negera sendiri, dan negara mempersilahkan dengan hormat kepada pihak kapitalis asing mengekploitasi kinerja dan energi orang-orang pribumi. Belum lagi kekayaan minyak, timah, gas, energi dan penguasaan bank Indonesia oleh pihak asing.

Ekploitasi terjadi di mana-mana! Lalu dengan bangga dikatakan oleh SBY sebagai keberhasilan perekonomian Indonesia: 6,7 persen pertumbuhan ekonomi meningkat. Apakah dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,7 persen rakyat bebas dari jeratan hutang, kemiskinan,kelaparan dan pengangguran? Sayangnya, rezim SBY menghitungnya melalui PDB. Sedangkandi sekitar kita pengemis berkeliaran, pengangguran semakin berlimpah, dan rakyat semakin terjun bebas menuju kemiskinan yang sempurna.

Politikpun menjelma menjadi ruang perebutan kekuasaan oleh kaum elit. Politik neo-feodalisme, pencitraan, transaksional beserta korupsi adalah bingkai perpolitikan Indonesia di bawah rezim SBY. Tentu saja, bingkai politik di atas lahir dari rahim demokrasi liberal; segala kebijakan dipegang oleh elit berkuasa demi keberlangsungan status quo.

Mari sejenak merenung tentang hasil survei elektabiltas presiden dan partai politik. Kegembiraan rakyat melihat jatuhnya rating SBY beserta partainya—Demokrat--tidak disadari sebagai agenda tersembunyi SBY. Sengaja menurunkan elektabilitas dirinya dan partainya merupakan salah satu cara yang ditempuh SBY agar partai seperti PDI Perjuangan, Golkar melamun hanyut dalam kemenangan sementara, dan secara tidak langsung mereka melupakan kasus century, Hambalang, dan kasus-kasus korupsi yang dilakukannya.

Isu-isu terorisme muncul ke permukaan jikalau ada kedatangan orang nomor satu dari Amerika, Barack Obama. Tujuannya satu, agar Indonesia dianggap sebagai negara demokrasi yang paling getol dalam memberantas terorisme. Dengan demikian, Indonesia semakin mudah untuk meminjam uang kepada Amerika sebagai upaya pemberantasan terorisme. Sedangkan di balik itu, oleh SBY dan antek-anteknya dijadikan proyek untuk mengambil untung dari pinjaman yang diberikan Amerika.

Pak Hatta juga mencibir kinerja KPK sebagai lembaga wani piro. Tak ubahnya lembaga ini hanya dijadikan sebagai lembaga penuaian citra politik belaka, meninggalkan kasus-kasus besar, dan meninggikan kasus-kasus yang sepele. Kasus-kasus korupsi seperti divestasi PT Newmonnt Nusa Tenggara (NTT) yang merugikan negara sebesar 5 triliun lebih sampai tahun 2012, pencaplokan lahan milik BUMN oleh Swasta yang merugikan negara sebesar 68 triliun, kasus PT Adaro, Kontrak migas WMO, dan kontrak Blok Mahakam tidak ditindaklanjuti (hal 130-133).

Krisis Kepemimpinan

Bagaimana pemimpin selanjutnya pengganti SBY dapat membayar hutang LN sebesar Rp 1.975 triliun (hal 117), mengembalikan ekonomi rakyat , SDA dan SDM Indonesia tidak lagi dieksploitasi asing sehingga berdampak pada kedaulatan rakyat, kebobrokan politik dan kembalinya supremasi hukum?

Tidak cukup dengan Jokowi yang mengandalkan popularitas, sementara Jakarta belum jelas nasibnya. Tidak cukup dengan masuknya Jendral laiknya Prabowo, Wiranto atau malah menggantinya dengan Ani Yudhoyono? Apalagi para pengusaha seperti Abu Rizal Bakrie.

Menurut Hatta Taliwang, pemimpin di Indonesia merupakan sosok yang paling penting dikarenakan kekayaan alam dan sumber manusianya yang melimpah. Sebagaimana juga dikatakan Bung Hatta, ”Menduga apa yang terasa dalam hati rakyat, menggerakkan apa yang tak bisa berjalan sendiri, menyuluhi jalan yang masih gelap di mata rakyat, tetapi telah terkandung di dalam hatinya. Pemimpin mengemudikan apa yang sudah dikehendaki oleh rakyat. Itulah sebabnya pemimpin lekas dapat pengikut dan pergerakan yang dianjurkan cepat berkembang” (hal, 17-18)

Ungkapan Bung Hatta berbalik 180 derajat dengan kenyataan yang terjadi sekarang. Justeru dengan membohongi rakyat, pemimpin terpilih. Membuat survei abal-abal, pemimpin terpilih. Membayar pemilih dengan uang, pemimpin terpilih! C. Wright Mills benar mengatakan bahwa demokrasi pada hakikatnya adalah milik elit politik, pengusaha dan para tentara. Dan itulah potret demokrasi yang dijalankan Indonesia.

Perlu kiranya calon pemimpin memilih rute yang ditempuh Soekarno. Soekarno tidak menginginkan menjadi pemimpin Indonesia. Tapi, pikiran dan tindakannya diperuntukkan untuk kebebasan Indonesia dari imperialism penjajah. Sehingga rakyatlah yang menjadikan Soekarno bersama Hatta menjadi pemimpin nasional pertama negara Indonesia.

Judul: Republik di Ujung Tanduk: Catatan Kritis Atas Rezim SBY

Penulis: M. Hatta Taliwang

Penerbit: Grafindo Khazanah Ilmu

Cetakan: I, Januari 2014

Tebal: 342 halaman

ISBN: 978-979-3858-15-9

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun