Mohon tunggu...
Idris Egi
Idris Egi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Fishum I.kom 11730073

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Komitmen Menjaga Pancasila

29 Desember 2014   07:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:16 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Gerakan ISIS yang kian santer di Indonesia dalam rangka mengajak masyarakat Indonesia untuk bergabung di dalamnya kini berbuah pada keresahan sosial yang mengkhawatirkan. Ajakan tersebut tidak hanya berdampak pada dimensi individual, melainkan kepada sistem sosial secara luas karena bisa saja merusak unilatirianisme Pancasila sebagai etika dan nilai bagi masyarakat Indonesia sebagai landasan berpikir dan bertindak.

Pancasila sebagaimana di katakana oleh Abdul Kohar (4/8), adalah titik keseimbangan masyarakat Indonesia untuk menciptakan toleransi dan kemaslahatan antara individu dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, kita tidak dapat mengenyampingkan ‘keringnya’ Pancasila di masa lalu (baca: Orde Baru) yang dijadikan doktrin tunggal yang menguntungkan penguasa juga berdampak pada krisis kepercayaan masyarakat terhadap Pancasila itu sendiri.

Inilah faktor kuat di mana organisasi keagamaan—dalam hal ini ISIS—muncul sebagai obat romantisme masyarakat akan kehidupan yang lebih dinamis dan sejahtera. Saat romantisme itu muncul, maka tidak lain peran pemerintah dan masyarakat secara luas sangat penting perannya untuk menjaga Pancasila sebagai dasar dari perilaku individu dalam bermasyarakat.

Komitmen menjaga Pancasila pada dasarnya adalah komitmen yang harus tetap dijaga oleh setiap masyarakat Indonesia dan pemerintah. Tentu saja menjaga komitmen ini adalah langkah untuk menjadikan Indonesia tetap pada prinsip memegang teguh sikap perbedaan suku, bahasa, budaya dan agama yang dijalankan oleh masyarakat Indonesia bertahun-tahun lamanya.

Disfungsi Sosial

Sebagaimana dikatakan oleh Robert K. Merton (1911-2003) ada dua fungsi sosial dalam masyarakat, yakni fungsi manifes dan fungsi laten. Menurutnya, fungsi manifes adalah fungsi yang dapat dimafhumi dan diketahui oleh individu dalam bermasyarakat. Sedangkan fungsi laten adalah fungsi yang tidak diketahui sehingga menyebabkan disfunsional konsekuensi.

Organsasi kemasyarakatan dan keagamaan oleh UU dijamin sebagai hak untuk berkumpul dan berserikat. Hal ini di dasarkan pada kebebasan dan perbedaan yang begitu kompleks yang ada di Indonesia. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah setiap organisasi harus memegang teguh Pancasila sebagai acuan dari operasional setiap organisasi.

Tujuan ISIS dalam hal ini adalah untuk menjadikan negara Khilafah di Indonesia yang sangat bertentangan dengan potret kebhinekaan di Indonesia. Fungsi laten inilah yang dikhawatirkan oleh Merton akan berakibat pada disfungsi sosial, yakni mengubah bahkan merusak tatanan sosial Indonesia yang sudah tercantum dalam Pancasila.

Dialog Emansipatoris

Untuk mencegah pengaruh gerakan ISIS yang bertendensi merusak ini tidak cukup dengan peran pemerintah dan masyarakat karena pengaruhnya melalui media sosial sudah diasumsi oleh berbagai pihak, bahkan sudah terjadi pembaiatan atau sumpah di sebagian masyarakat. Tindakan yang perlu dilakukan adalah proses dialog emansipatoris, yakni berdialog dengan adanya jaminan atas kebebasan berpendapat tanpa distorsi ideologis (Kanisius, 2009).

Sudah jelas bahwa dalam keresahan ini terdapat dua ideologi yang bertentangan, yakni antara keutuhan Pancasila sebagai etika dan nilai yang menjadi landasan berpikir dan bertindak, serta negara Khilafah yang didengungkan oleh gerakan ISIS.

Pancasila sebagai ideologi pada dasarnya telah merangkul kebebasan agama dan keyakinan setiap masyarakat Indonesia, sebagaimana tercantum dalam pasal pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Problematika yang muncul adalah ketika ISIS memengaruhi masyarakat untuk menjadikan Khilafah sebagai sistem pemerintahan yang berlandaskan hukum Islam sehingga dapat memengaruhi posisi pancasila sebagai fondasi masyarakat Indonesia.

Maka sangat penting pemerintah membuka ruang dialog emansipatoris tanpa harus memojokkan ISIS dan mengagungkan Pancasila yang berdampak pada kecenderungan merusak yang lebih parah sebagaimana terjadi di era Orde Baru. Karena hanya dengan dialog emansipatoris itulah konsensus universal dapat dicapai tanpa mengubah Pancasila baik sebagai ideologi, etika dan nilai sebagai landasan masyarakat Indonesia dalam berpikir dan bertindak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun