Mohon tunggu...
Iis Rodiah
Iis Rodiah Mohon Tunggu... wiraswasta -

Lahir pada ulang tahun Kartini yang ke 105 (kalau gak salah). Masih menjadi pelajar di salah satu PT, dan akan terus menjadi murid kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perlu Akreditasi Instansi Pemerintah

5 Juli 2011   15:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:54 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa waktu lalu aku mendatangi kantor kecamatan di kotaku untuk mengurusi masalah izin kegiatan rame-rame. Setelah kuutarakan maksudku, salah seorang petugas berkata: "Ma'af ya, orang yang tugasnya ngurusin hal itu lagi kondangan"

Beberapa hari yang lalu, aku mendatangi salah satu dinas instansi pemerintahan. Begitu masuk, perasaan bingung merayapiku, kepada siapa harus kusampaikan urusan ini? Ada ruang tamu, tapi tidak ada resepsionis seperti yang biasa kutemukan di hotel-hotel atau perusahaan swasta, tidak ada pula salam "selamat datang, ada yang perlu kami bantu?" seperti yang sering kuterima saat masuk mini market atau bank. Kudatangi salah seorang di salah satu meja dan kusampaikan maksudku, "Oh, silahkan hubungi ibu anu di ruang anu!" maka aku segera menghampiri ruangan yang dimaksud, dan ternyata beliau tengah sibuk dengan komputernya, Main Game!. Lalu kusampaikan maksudku dan beliau berkata "Oh, yang mengurusi hal ini adalah ibu anu, tapi beliau lagi keluar, gak tahu ke rumah sakit, gak tahu kemana. Silahkan tunggu saja di meja sana!" jawabnya.

Kurang lebih satu atau 2 jam aku menunggu, sementara menunggu kubaca buku yang dibawa karena ingat bahwa mengurusi sesuatu di instansi pemerintah biasanya menghabiskan waktu, sayang kan kalau cuma bengong. Saat menunggu itu pun dengan mata kepala sendiri kulihat para pegawai negara itu bercengkrama, menawar-nawar barang dagangan tukang pakaian, sepatu, sampai tukang makanan ringan dan membiarkanku menunggu seseorang yang katanya hanya dia yang mengurusi masalah tersebut.

Setelah sampai di ujung kebosananku menunggu, datanglah si ibu anu yang dimaksud. Maka segera kusampaikan padanya maksud kedatanganku dan memerlukan bantuannya untuk menyelesaikan urusanku yang berkaitan dengan dinas instansi pemerintah tersebut. "Oh, saya tidak tahu masalah ini dari awal. Masalah ini yang mengurusi adalah bapak anu. Tapi hari ini beliau tidak masuk. Datanglah besok hari!"

Subhanalloh! Begitu lama aku menunggu dan tidak menghasilkan apapun. Padahal kalau aku tidak datang ke dinas tersebut, aku dapat mengerjakan pekerjaanku yang bisa bernilai rupiah. Ah, rupanya di dinas instansi pemerintah tidak berlaku lagi semboyan "Waktu adalah Uang". Padahal bagiku, setiap detik dapat bermakna dan mungkin bernilai uang. Bukan maksudku matre lho! untuk membantu Bupati dalam pidatonya tentang kemampuan daya beli dan pendapatan perkapita masyarakat bukankah harus dilakukan oleh kita dengan memanfaatkan waktu untuk mencari uang?

Parahnya lagi, kulihat segerombolan anak SMK yang duduk di beberapa bangku, tanpa mengerjakan apapun selain bengong, ada pula yang bercermin, sms-an dan sebagainya. Inikah yang kita ajarkan kepada generasi muda bahwa waktu itu kita buang-buang saja untuk hal yang tak penting? Bukankah waktu itu tidak penting bagi mereka? bekerja keras ataupun santai toh gaji dari pemerintah sama saja untuk si rajin ataupun si malas? Bahkan dengan berlalunya waktu, justru gaji akan terus naik seiring kenaikan pangkat?

Benar-benar kudengar sayup-sayup lagu "kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati, air matanya berlinang, mas intan yang kau kenang". Ya, negara harus tetap menggelontorkan dana untuk pekerjaan yang belum tentu dapat menghasilkan keuntungan bagi negara, paling tidak setara dengan gaji yang diterimanya. Tak perlu susah-susah peras keringat dan banting tulang, hanya karena status PNS bisa menghidupi anak istri. Nun di sudut-sudut kota dan desa, rakyat dengan susah payah membanting tulang hanya untuk dapat hidup bahkan di antara mereka memeras otak untuk dapat mempertahankan perusahaan dan membayar pajak demi pembangunan dan menggaji pegawai negara.

Sepanjang perjalanan pulang aku berfikir, nampaknya perlu dilakukan akreditasi terhadap instansi pemerintah dengan standar pelayanan minimun yang jelas dan tegas serta mengandung konsekwensi. Maka kita akan mengetahui status pelayanan pada instansi tersebut. Misalnya kantor kecamatan di kota A terakreditasi A dengan indikator pelayanan yang maksimal kepada masyarakat, atau dinas instansi B terakreditasi A dengan indikator pelayanan yang memuaskan masyarakat. Dan pegawai pada dinas instansi pemerintah yang akreditasinya jelek, harus bersiap-siap turun pangkat atau diberhentikan dari statusnya sebagai PNS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun