Â
Hermanto Harun*
Dunia seolah tersentak oleh dahsyatnya pengaruh epidemi Corona. Kepanikan melanda sebagian manusia sejagad sebagai dampak psikologis dari pandemi Corona yang bisa menyasar kepada semua puak dan bangsa. Tak hanya itu, dampak wabah Corona tidak hanya mengguncang dunia kesehatan, namun hampir semua dimensi kehidupan yang berhubungan dengan sosial kemanusiaan tak bisa luput dari pengaruhnya. Persoalan ekonomi, politik dan bahkan pengamalan keagamaan-pun menjadi pembahasan yang ramai dalam pelbagai bincang dan komunikasi di pelbagai media.
Sebenarnya, dalam catatan sejarah, wabah yang mematikan manusia seperti Corona ini bukan hanya kali pertama terjadi. Kejadian wabah pamdemik ini bahkan sudah menelan korban ratusan ribu manusia. Di masa kekhalifahan Umar bin Khattab, epidemi Amwas melanda negeri Palestina hingga menyebar ke pelbagai kawasan di negeri Syam (Suriah, Yordania dan Lebanon). Kejadian pandemik ini terjadi sekitar tahun 17 & 18 H yang menelan 25-30 ribu jiwa manusia. Bahkan di antara korban wabah ini, beberapa orang sahabat Nabi saw, seperti Muaz bin Jabal dan Ubaidah bin Jarrah. Â Â
Yuval Noah Harari, dalam sebuah karyanya 'Homo Deus' mneyebutkan pernah terjadi wabah pandemic yang disebut Black Death atau Maut Hitam (al-maut al-aswad) yang melanda Eropa dengan korban yang hampir sepertiga penduduk bumi. Penamaan virus  'Maut Hitam' tersebut, umumnya dianggap berasal dari gejala khas dari penyakit ini, yang disebut acral necrosis, di mana kulit penderita menjadi menghitam karena pendarahan subdermal.
Kejadian pandemik yang menimpa hampir seluruh negara di dunia sakarang ini, kemudian melahirkan banyak asumsi. Pelbagai asumsi tersebut berangkat dari realitas dimana interpretasi itu memungkinkan untuk ditelisik kebenaran nalar logisnya. Dari perspektif politik, wabah Corona dicurigai sebagai bagian dari perebutan hegemoni politik dunia saat ini. Blok China dan Amerika Serikat yang senantiasa menjadi kawan seteru dalam banyak momen politik dunia. Bias dari itu, dari perspektif ekonomi melahirkan asusmsi bahwa wabah Corona hanyalah kiriman Amerika, sebagai taktik 'perang dagang' negara adidaya tersebut untuk merontokkan kekuatan ekonomi China yang sekarang ini sedang menggurita dan menguasai banyak negara.
Lebih jauh dari itu, isu wabah Corona ini diasumsikan sebagai bagian dari perang idologi, dimana umat Islam selalu menjadi objek common enemy bagi umat lain, yang bertujuan menghancurkan aqidah umat, sebagaimana yang juga terjadi dalam dunia ekonomi dan politik. Virus Corona dijadikan alibi  sekaligus dianggap propaganda untuk menjauhkan umat dari rumah ibadahnya, terbukti dengan ditutupnya kegiatan Umroh ke tanah suci, serta timbulnya fatwa untuk menghentikan sementara sholat berjamaah di Masjid dan ibadah sholat Jum'at.
Lahirnya fatwa sebagai konsekuensi logis pengamalan keagamaan akibat Corona, tak pelak memunculnya pelbagai argumentasi dari dalil-dalil keagamaan sebagai sikap tunduk kepada nilai dan ajaran (ta'alim) agama. Bahkan semenjak awal, para ulama telah menyumbangkan banyak karya terkait wabah yang mematikan manusia tersebut. al-Hafiz Abi Bakr bin Abi al-Dun-ya (281 H) menulis karyanya Kitab al-Thawa'in, Tajuddin Abd al-Wahhab al-Subki (771 H) menulis buku Juz,u fi al-Tha'un, Syihab al-Din Ahmad bin Yahya bin Abi Hajlah al-Tilmisany (776 H) menulis al-Thib al-Masnun fi Daf'I al-Tha'un, Â hingga Ibn Hajar al-'Asqalany (773-825 H) menulis kitab Bazl al-Ma'un fi Fadhl al-Tha'un, sebuah karya yang beliau tulis karna kamatian tiga anaknya akibat wabah.
Semua karya di atas, adalah respon ulama terkait wabah pamdemik yang mematikan manusia. Karya-karya menumental itu membuktikan bahwa semenjak awal, para ulama sudah memberi kontribusi terhadap problematika epidemi yang membawa mafsadah bagi kamanusiaan. Sikap responsif keagamaan para ulama itu tentu menjadi niscaya, selain sebagai tanggung jawab keilmuan, juga sejatinya, sebagai bentuk realisasi faham agama yang tujuan (maqasid) intinya adalah menyelamatkan kehidpuan manusia.
Hari ini, pandemik Corona merupakan 'musuh' kemanusiaan yang diyakini menyerang nyawa secara senyap dan cepat. Langkah antisipasi mesti segera dilakukan agar tidak memakan korban dalam jumlah yang banyak. Dari itu, langkah preventif dalam pencegahan pandemik Corona menjadi bagian dari dar'ul-mafasid (menolak bahaya) yang hukumnya menjadi 'azimah (ketetapan) dalam rangka menjaga keselamatan nyawa manusia.Â
Semua upaya pencegahan (wiqayah) dalam memutus rantai penyebaran virus Corona, seperti pelarangan kerumunan masa, termasuk peniadaan sholat berjama'ah, sholat Jum'at di Masjid dan pekasanaan Umroh dan Haji menjadi bagian yang tak terkecualikan dari 'azimah pelarangan itu. Karena, pelaksanaan semua ibadah itu secara berjamaah di Masjid adalah tindakan jalb al-masalih (mengutamakan kebaikan) yang tidak boleh 'dianggap' lebih penting dari menjaga kesalamatan nyawa manusia. Bahkan, acapkali sesuatu yang dilarang manjadi boleh, disebabkan adanya kemungkinan munculnya keburukan yang lebih besar (qad yubah al-mamnu' litawaqqu'i ma huwa a'zam minhu). Â Â Â Â Â Â Â Â