Setelah selesai shalat maghrib aku langsung pergi ke warung hik yang ada di pinggir jalan Ir. Soetami. Lebih tepatnya di seberang TBJT (Taman Budaya Jawa Tengah). Di warung hik itu aku makan mie rebus, nasi kucing dan 3 gorengan: 2 tahu isi, 1 pisang goreng.
Sedang enak-enaknya makan, tiba-tiba terdengar suara sirine yang cukup keras. Dari arah timur muncullah sebuah motor besar berwarna putih dengan tulisan “BM” di kaca depan motor tersebut. Ternyata suara sirine berasal dari motor BM yang dikendarai oleh seorang polisi, pada awalnya aku kira suara sirine ambulance.
Agak jauh di belakang motor BM yang paling depan, ternyata masih ada dua motor “Kebo Putih” dan tepat di belakang dua motor besar pengawal yang dikendarai oleh masing-masing orang berseragam cokelat, banyak sekali motor besar jenis “Ninja”. Ada yang dua tak, tapi tidak sedikit yang sudah empat tak.
Menurut berita yang saya dengar, komunitas Ninja sedang merayakan ulang tahun yang ketiga. Entah darimana, mereka beriringan di jalan dengan dikawal oleh polisi. Polisi dengan motor BM yang paling depan mengendarai motornya sambil tangan kirinya memberikan aba-aba kepada pengendara lain untuk minggir.
Jujur, buat saya pribadi hal tersebut sangatlah mengganggu karena “memakan” hak orang lain dalam menggunakan jalan raya. Saya juga dibuat kaget dengan ulah salah satu penunggang motor Kawasaki Ninja. Penunggang tersebut berjenis kelamin perempuan -dilihat dari pakaian dan rambutnya yang panjang- yang dibonceng oleh seorang pria. Perempuan itu tidak mamakai helm.
Kita tahu apabila ada orang yang naik motor, baik itu pengendara maupaun dibonceng, adalah sebuah kesalahan dan melanggar peraturan lalulintas kalau orang tersebut tidak menggunakan helm. Tapi, mengapa dalam kejadian yang saya lihat tadi pak polisi malah mengawal orang yang bersalah? Apakah karena pak polisi dibayar oleh komunitas tersebut sehingga tidak menilang orang yang bersalah dan justru malah mengawal?
Kalau benar seperti itu, terus BM yang mempunyai fasilitas motor besar yang berguna untuk mengawal itu milik siapa? Dilihat dari semboyan Polri “Melayani dan Melindungi Masyarakat,” benarkah BM itu milik masyarakat? Atau milik orang yang berani membayarnya? Tak taulah! Yang terpenting, sebagai warga negara saya hanya ingin mendapatkan hak yang sama dengan warga negara lainnya. Toh kita sama-sama bayar pajak. Iya nggak???
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H