Mohon tunggu...
Hanna Zwan
Hanna Zwan Mohon Tunggu... -

Perempuan sederhana

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dalam Gelap, Ia Berteriak....

24 Februari 2011   13:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:18 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_91052" align="aligncenter" width="300" caption="Google.com"][/caption]

Mengendap, mencari jejak suara... Melangkah, mencerna sosok yang lalu-lalang... Diam,mengamati alam sekitar... Jantung berdetak kencang..

Akankah kulakukan..?? Benak ini tahu.. Dari jantung berdetak kencang.. Seluruh tubuh berkeringat.. Mata terpejam... Tuhan....

Jauh sudah aku kayuh bidukku Dalam ketidak pastian kehidupan ini Penuh pergumulan hati Yang aku tak mampu mengurai satu persatu Segalanya telah menjadi satu ikatan terselubung Kehampaan......

Tak sangka akan bertambah gulungan beban di pundak ini Hilang nafasku... Tenggelam kepingan tubuhku.. Akan kutoreh kemana lagi... Nasi itu sudah menjadi bubur ,

Dan kejenuhan menghampiri diriku Gelisah dalam banyak tanya Meraba di antara rasa Kegundahan meraja di balik sukma Mengembara di sepanjang asa yang tak berujung Aku sangat lelah

Mengapa harus ilalang sepertiku... Yang terjerambab dalam lubang itu, Lelah aku menapaki tangga, Teriris batinku.. Aku lelah...

Hampa ini bagian dari perjalanan panjangku Kesia-siaan seakan setia temani hidupku Kemanapun arah ku langkahkan kaki Dan ketika aku telah sampai pada titik kesadaranku Aku telah terpuruk dalam penyesalan yang tiada bertepi

[caption id="attachment_91055" align="aligncenter" width="300" caption="google.com"]

12985548791948358971
12985548791948358971
[/caption]

Tubuh ini kaku... Mata ini terpejam... Mulut tak lagi bersenandung... Lelah yang kurasa... Sungguh, aku lelah dengan prahara ini..

Tak bisa berdamai dengan sembiluku Tak bisa hanya sekedar ungkapkan perih ini Aku ingin berlari ke arah lereng di balik tempat ini Agar aku bisa sembunyikan pedih ini Agar aku bisa menangis tanpa penyesalan lagi

Sia-sia aku berlari, Apalagi bersembunyi dibalik lereng.. Ingin kupecah otak ini agar semuanya berhenti Kehidupan, kehampaan, dan kenistaan ini..

Sejuta mengapa selalu mengaliri darah di nadiku Tapi tak ada jawab dari semuanya Aku hanya bisa mendesah Aku hanya bisa mereka reka

Dan hanya bisa menelan ludah, Terasa semakin pahit, Sepahit hidupku,dan nasibku kini.. Aku lelah,

$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$

Malang, 24 Februari 2011

….Hasil bincang dengan bunda Selsa, berawal ketika Bunda Selsa curhat tentang Supriadi, mengalirlah kata-kata ini..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun