Mohon tunggu...
Habib Amin Nurrokhman
Habib Amin Nurrokhman Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Calon Guru Yang ingin Menjadi Gurunya Calon Guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perlukah Mata Pelajaran Budi Pekerti di Sekolah?

3 Maret 2012   01:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:36 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh : Habib Amin Nurrokhman (HANURO)

Dewasa ini bergulir, wacana dikalangan akademisi, bahwa akan dimasukanya mata pelajaran baru yang diberi nama Budi Pekerti yang akan diajarkan di sekolah dari SD, SMP, maupun SMA/SMK. Carut marut yang terjadi hampir diseluruh dimensi kehidupan bangsa Indonesia, di semua kalangan, tempat dan waktu, anak-anak kecil terlibat kasus penganiayaan, pelecehan seksual, dan sebagainya, sehingga mulai memunculkan kesadadaran bersama, untuk kembali menggali nilai-nilai luhur yang telah ada sejak dahulu kala di Nusantara ini. Sebuah nilai yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia diantara bangsa-bangsa lain diseluruh dunia dilandasi sebuah harapan akan adanya perbaikan dalam segala sendi-sendi kehidupan di Indonesia.

Nilai-nilai ini akan membawa ekses, bagi jiwa-jiwa manusia untuk senantiasa berbuat baik, jujur, amanah, dan bertanggungjawab, segala macam penyelewangan moral yang terjadi akhir-akhir ini seperti kleptokrasi(korupsi berjamaah), pembunuhan, perampasan hak-hak manusia, ketidak adilan hukum, dan sebagainya disebabkan oleh tidak adanya kesadaran mereka akan hakikat dirinya sebagai manusia yang dilengkapi dengan akal budi, dan tugas-tugasnya didunia ini adalah untuk memimpin dunia serta mengarahkanya ke arah kebaikan, mungkin mereka juga bahwa wajah mereka masih manusia, karena kelakuan mereka yang sudah lebih buruk daripada hewan.

Saya pernah ngeledek teman saya yang duduk di kursi legislatif, dengan mengirim pesan pendek kepadanya, bunyi pesanya adalah : ”kleptokrasi”, dia menjawab : ”Tidak ada satupun penguasa, dan orang-orang dilingkungan penguasa yang tidak terlibat kleptokrasi”. Saya Cuma ketawa miris, ini kenyataan bahwa tidak ada satupun pemerintahan pusat maupun daerah, dan lembaga-lembaga negara sekalipun yang bersih saya kira tidak lebih dari tiga, semua sudah korup, dan semua sudah sangat ruwet.

Suatu hal yang sangat penting untuk menjadi kontrol melekat dalam individu masing-masing setiap anggota masyarakat Indonesia adalah Budi Pekerti, budi pekerti yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang telah ada dalam masyarakat setempat akan mengatur hal-hal kecil yang urgen, namun diharapkan membentuk sikap dan karakter seseorang agar cerdas, baik, dan kuat, hingga meninggal dunia.

Ada pengaturan kedisiplinan beribadah, tata cara makan, adab pada orangtua, kejujuran, tanggungjawab, kepahlawanan, kesetiaan, nasionalisme, hingga tata cara bertata krama dalam kehidupan sehari-hari, hal-hal kecil yang terkadang dianggap remeh temeh oleh orang yang telah merasa dirinya dewasa, namun tanpa mereka sadari mereka telah alpa melaksanakanya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Hasilnya, dapat kita saksikan bersama, bagaimana para anggota dewan yang terhormat, sebagian nampak sekali tidak memiliki budi pekerti yang baik, mahasiswa, pegawai negara, hingga rakyat biasa, nampak kian jelas menggejala. Maka dari itu salah satu jalan yang ampuh untuk mengembalikan jati diri bangsa Indonesia adalah dengan memasukkan mata pelajaran budi pekerti dalam kurikulum, namun jangan dilupakan bahwa pengajaran budi pekerti akan sangay efektif, dengan contoh atau suri tauladan dari para guru dengan benar-benar menunjukkan akhlak yang mulia dan istimewa.

Bagi sebagian kalangan memang ada yang berargumen, bahwa pengajaran budi pekerti disekolah telah diwakili oleh mata pelajaran pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan, namun menurut hemat saya hal tersebut tidak berjalan maksimal, apalagi dalam pengajaran agama, hanya sedikit didinggung tentang masalah akhlak, selebihnya adalah tentang ayat-ayat, cara membaca huruf hiajiyah, belum lagi sikap siswa yang mengantuk dan acuh tak acuh ketika mengikuti pelajaran pendidikan agama, begitupula dalam pembelajaran PKN yang membahas tentang politik, juga di acuhkan oleh siswa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun