Pada suatu provokasi yang dilakukan oleh Resi Drona; Raden Antareja menjadi muntab bukan kepalang. Bahkan bapaknya sendiri, Raden Wrekudara ditantang untuk olah kaprawiran dengannya. Tentu saja, Wrekudara tak kalah duka yayah sinipi dan segera saja menginjak-injak anaknya itu. Raden Antareja iri dengan Raden Gathotkaca, adiknya, yang dijadikan Prabu Anom di Pringgadani.
Rupanya, selain racun yang telah diisi oleh Drona ke dalam batin Antareja, nata Dwarawati, Prabu Kresna pun tak habis pikir dengan tanggungjawab Anoman yang kali ini gagal. Bukit Sumawana komplang dan jiwa Dasamuka (raja yang lalim itu) telah hilang dari tindih bukit itu. Karuan saja Anoman gemetar dan gembrobyos saat seba di hadapan Prabu Kresna.
Jiwa Dasamuka memang cerdik, lebih tepatnya licik. Celah dimana Antareja sedang gandrung kepingin jadi raja seperti adiknya, Dasamuka ndompleng ke jiwa Antareja, merasukinya dan senantiasa ingin membalas dendam dengan siapa saja yang menjadi avathara Bathara Wisnu.
Singkat cerita, Antareja berhasil diruwat dan bertobat kembali. Jiwa Dasamuka kembali ditindih gunung. Sembari mengakui kesalahannya, Antareja yang sudah nglumpruk di hadapan bapaknya itu diminta bertapa dan berpuasa sebagai silih atas tindakan mbalela-nya. Dan Wrekudara kali ini entah kenapa menjadi sangat bijak, katanya: “emmmm… gek sing ndadekke Gathotkaca dadi ratu ki ya sapa? Gathotkaca ki dadi ratu dudu merga aku sing jaluk, nanging amarga para kawula ing Pringgadani sing padha milih lan njumenengake.”
*terjemahan: “emmm.. siapa yang menjadikan Gathotkaca sebagai raja? Gathotkaca menjadi raja bukan karena keinginanku, melainkan karena KEHENDAK RAKYAT di Pringgadani yang menginginkannya menjadi seorang raja,” kata Wrekudara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H