Mohon tunggu...
M Ishak Iskandar
M Ishak Iskandar Mohon Tunggu... -

Name: M ishak iskandar pendidikan Spd web site: wwww.genaktifasiotak.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

PRIBADI SUPIR PRIBADI

28 Desember 2010   00:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:19 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

PRIBADI SUPIR PRIBADI

I

Walaupun Cepedes hanya merupakan sebuah kota Kelurahan, tapi karena Kelurahan tersebut berada dipinggiran pusat kota Kabupaten Tasikmalaya, maka lingkungan perumahannya tidak jauh berbeda dengan rumah-rumah dipusat kota Tasikmalaya itu sendiri.

Bentuk bangunan rumahnya sudah cukup modern. Sudah tidak dijumpai lagi rumah panggung dari bahan kayu model dulu. Semuanya sudah berupa rumah permanent dari batu atau menggunakan konstruksi beton. Bahkan kusen-kusennyapun tidak jarang yang sudah menggunakan type Spanyol.

Pekarangannya bersih-bersih,jalan-jalannya yang dikenal saat itu dengan jalan Proyek Muhammad Husni Thamrin atau MHT,menggunakan pengerasan berupa beton tumbuk.

Adapun mata pencaharian utama penduduk asli Cipedes ini hampir 80 % sebagai saudagar kain batik.

Sobandi baru saja selesai membaca berita ekonomi di Koran Pikiran Rakyat,waktu istrinya,Mariam,menyajikan secangkir kopi pagi untuknya.

“Bu,duduk dulu disini”,kata Sobandi waktu melihat istrinya mau balik lagi ke dapur setelah meletakkan cangkir kopi di meja.

“Ini bu,bapak baru saja membaca berita ekonomi di Koran pagi ini. Diberitakan,bahwa prospek perdagangan batik di daerah Garut dewasa ini cenderung kea rah cerah bila dibandingkan dengan di daerah-daerah lain di Jawa Barat ini, Karena itu,bapak pikir,alangkah baiknya kalau saat-saat ini bapak mencoba mengembangkan usaha kita ini di daerah Garut. Bapak merencanakan, besok pagi mau mencoba menemui kenalan lama Bapak, akin Pak Haji Junaedi disana. Sekalian hitung-hitung mengadakan semacam riset dulu. Syukur-syukur kalo Pak Haji Junaedi punya tempat untuk kita buka took disana. Disewa bulanan atau dikontrak tahunan tidak menjadi masalah. Bagaimana menurut Ibu?”.

“Ya…., kalau saya sih setuju saja, apalagi kalo demi perkembangan dan kemajuan usaha kita kelak”, sahud Mariam.

“Syukurlah kalo begitu. Besok pagi-pagi Bapak berangkat, jadi tolong disiapkan barang 3 atau 4 stel pakaian. Jangan sampai lupa sandal dan sajadah. Bapak sekarang mau mensortir beberapa model batiknya kira-kira sebanyak 10 kodi begitu, untuk dibawa kesana sekalian besok”.

“Ya”, sahud istrinya.

Mereka hidup berumah tangga di Cepedes sudah hampir 6 tahun dan sudah dikarunia 2 orang momongan. Yang besar bernama ramlan berusia 2 tahun dan adiknya perempuan baru berusia setengah tahun. Subandi sendiri penduduk asli Cipedes, sedangkan istrinya Mariam, dari Ciamis. Waktu itu Subandi berusia 39 tahun dan Mariam 31 tahun.

“Assalamu’alaikum!”. Subandi mengucapkan salam kepada Haji Junaedi yang sedang menyerahkan uang kembalian kepada seorang pembeli ditokonya.

Mendengar ucapan salam, Haji Junaedi menengok kearah datangnya suara diikuti dengan jawaban salamnya.

“Wa’alaikum salam Warahmatullahiwabarakatu!”, sahutnya sambil senyum. “Ahlan wa sahlan, Haji Subandi. Angin berita apa kiranya yang menerbangkan sodagar kita yang tangkas ini sampai kemari?”.

“Aaaaah….., saya sih belum mencium hajar aswad pak. Belum berhak menyandang gelar kyai haji”, balas Subandi senyum sambil mengasongkan tangannya untuk bersalaman. Disambut oleh Haji Junaedi seraya mengguncang-guncangkan tangan Subandi.

Ada apa nih, kok tumben-tumbenan mau main-main kesini?” Tanya haji Junaedi lagi.

“Justru ini serius-seriusan, Pak, bukan main-main”, jawab Subandi sambil tertawa.

“Begini Pak Haji. Kemarin itu saya kan membaca berita diKoran tentang kemungkinan prospek perdagangan batik. Nah, disitu diberitakan, bahwa prospoek perbatikan agak cerah pasarannya disini. Karena itu saya bermaksud untuk mencoba-coba mengadakan usaha disini. Dan kalo Bapak punya tempat berupa kios kecil juga tidak apa-apa yang dapat saya sewa, nanti mau saya sewa”.

“Wah….., kebetulan sekali kalo begitu”, jawab Pak Haji Junaedi. Nih, kan ruangan sebelah ini yang masih kosong masih punya saya juga baru selesai lebih kurang seminggu yang lalu. Kalo Pak subandi suka, ya silahkan saja Bapak tempati dam memang maksud sayapun mau dikontrakan. Coba ayu kita liat-liat dulu. Sebentar saya ambil dulu kuncinya, ya”, kata Haji Junaedi sambil balik lagi menuju laci mejanya tempat dia menyimpan kunci tersebut.

Sebentar saja mereka sudah berada didalam toko yang baru.

“Nah, ini berapa Bapak mau kontrakan per bulananya?” Tanya Subandi.

“Begini Pak Bandi”, kata Haji Junaedi sambil menepuk punggung Subandi. “Kalo sama orang lain sih saya minta 300,000. Tapi untuk Bapak sih hendak minta mahal-mahal, asal kembali bekas modal merehab saja. Ya…., saya kasih 200,000 saja deh sama Bapak sih. Betul-betul saya tidak mengambil kelebihan dari biaya perbaikan ini. Dan saya pikir, Bapak betul-betul bernasib baik, ini tempat belum diisi oleh orang lain”.

“Ya deh kalo tidak bisa kurang lagi”, kata Subandi.

“Aduh…., betul-betul ini karena sama Bapak saja saya kasih sekian”, ujar Haji Junaedi.

“Kalo begitu, itu barang saya yang sudah saya bawa, mau sekalian saja saya masukan kemari”, kata subandi.

“Oh…ya, silakan”, sahud Haji Junaedi.

Maka sejak hari itu, resmilah Subandi mengontrak took Haji Junaedi seharga 200,000/bulan.

*****

Sampai hari itu Subandi sudah selama 2 minggu di Garut ketika pada suatu malam dia berbincang-bincang diCipedes.

Kenapa sampai 2 minggu diGarut dia baru kembali ke Cipedes Tanya istrinya waktu itu. Dijawabnya, karena kebetulan Pak Haji Junaedi yang membuka toko kelontong, persis baru selesai menambah 1 lokal tokonya kesamping toko yang lama, yang direncanakan untuk disewakan atau dikontrakan. Tepat sekali dengan kedatangan Subandi kesana, ya langsung saja dikontrak olehnya. Aturannya kalo kepada orang lain dikontrakan 300,000/bulan, tapi karena kepada kenalan lama, hanya 200,000 saja, kata subandi pada istrinya.

“Begini bu, setelah Bapak buka took selama kurang lebih 12 hari disana, tampaknya memang betul, prospek perbatikan diGarut cerah sekali. Selama itu, dari barang yang Bapak bawa dari sini waktu itu 10 kodi, sudah habis terjual sekitar 6 kodi. Jadi, kayaknya usaha kita disana akan mendapat kemajuan besar diwaktu-waktu yang akan datang. Apalagi nanti dibulan puasa coba, yang tinggal beberapa bulan lagi. Sekarangkan sudah bulan Jumadil Awal. Jadi, Jumadil Awal, Jumadistani, Rajab, Sya’ban, Ramadhan. Tuh tinggal empat bulan lagi sudah bulan Ramdhan atau bulan puasa.

Kemudian maksud Bapak, sampai bulan puasa kalo boleh, Bapak tidak usah terlalu sering bulak-balik kesini, cukup sebulan sekali pulang. Ini tidak lain, agar Bapak disana bisa benar-benar mengkonsentrasikan perhatian penuh kep[ada usaha Bapak semata. Ya tentu inipun demi kemajuan usaha kita nanti. Bagaimana pendapat Ibu?”.

“Ya tidak apa-apa, yang penting asal kebutuhan harian untuk tiap bulan sudah disiapkan penuh”.

“Ohh…, itu sih sudah tentu. Dan untuk itu, akan Bapak tinggalkan sebuah buku cek yang sudah Bapak tanda tangani. Nanti Ibu tinggal menulis tanggal penarikannya saja diwaktu mengambil uang ke bank.

Cuma…, masih ada satu hal lagi yang Bapak ingin minta kerelaannya dari Ibu, yakni supaya mengizinkan Bapak membawa Ramlan kesana sekali ini. Masalahnya ialah mumpung dia belum terikat sekolahnya disini. Hanya konsekuensinya, yaitulah barangkali sebulan sekali dia baru bisa ikut pulang kesini”.

Mula-mulanya memang berat sekali Mariam mengizinkan suaminya untuk mengajak Ramlan untuk ikut ayahnya. Maklumlah anak yang sedang lucu-lucunya dimata seorang Ibu.walaupun sekali-sekali mungkin menimbulkan kejengkelan padanya. Tapi itu kan justru merupakan semacam bumbu kehidupan suatu rumah tangga.

Berulang kali Mariam mohon pada suaminya agar jangan membawa momongannya yang sedang benar-benar menjadi biji mata dan buah hatinya saat itu. Tapi karena kemudian Sobandi menjanjikan setiap setngah bulan pulang ke Cipedes,---bukan sebulan sekali---,ahirnya Mariam mengijinkan suaminya membawa Ramlan ke Garut.

***************

Usaha Sobandi di Garut benar-benar memperoleh kemajuan yang pesat,kalau istilah orang Tionghoa “kena hokinya”.

Tambahan pula,bahan batikan yang dulu hanya dikenal sebagai kain untuk pakaian bawahan kaum ibu,ikat kepala kaum bapak generasi kolot yang dinamai “ket udeng”,selendang para ibu atau taplak meja,sekarang ini sudah makin popular dipergunakan sebagai bahan baju kaum pria. Malah dewasa ini,baju dari motif batik sudah umum menjadi pakaian seragam yang resmi untuk acara-acara keondangan bagi kaum pria. Bahkan anak-anak sekolah dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas,pimpinan sekolahnya masing-masing menentukan motif batik sebagai identitas sekolahnya yang merupakan seragam sekolah yang harus dipakai pada tiap hari Sabtu.

Kemudian KORPRI dan PGRI juga memiliki motif batik husus sebagai seragam kesatuannya yang harus dipakai pada hari-hari bersejarah atau pada hari-hari yang ada kaitannya dengan kesatuan masing-masing.

Dengan makin meluasnya penggunaan bahanm bermotifkan batik di sekuruh lapisan masyarakat,maka usaha dagang Sobandi tepat kena sasaran,sesuai dengan yang telah diprediksi oleh berita ekonomi yang dia baca beberapa waktu yang lalu. Lebih jauih lagi pemerintahpun sudah menjadikan bahan batik sbagai komoditas eksport ke luar negeri.

Hanya satu hal yang sangat disayangkan ialah bahwa,Sobandi jadi lupa kepada istri dan anaknya yang ditinggal di Cipedes,karena selanmg 2 bulan sejak dia membuka usahanya di Garut,dia telah terjerat sanggul seorang wanita berasal dari Wanarajayang sekaligus dinikahinya. Dus,janji dia untuk mengajak pulang Ramlan ke Cipedes tiap setengah bulan,tidak ditepatinya.

*********************

Kira-kira 3 bulan dari sejak Sobandi berangkat ke Garut dengan anaknya,Ramlan………..

Waktu itu hari menunmjukkan pukul 5 sore di bulan Oktober. Suatu keajaiban yang sangat mengagumkan,bahwa nama-nama bulan yang diciptakan oleh orang Barat,yakni : September,Oktober,Nopember dan Desember,ternyata cocok dengan kondisi cuaca di Indonesia,dimana ahiran kata “ber” ini sesuai dengan bar-bernya air. Dan ternyata pula pada bulan-bulan tersebut biasanya di Indonesia sedang musim penghujan,berlimpah-ruahnya air yang bahkan sering mengakibatkan banjir di mana-mana.

Janiuari,Februari,Maret,”ret” hujanpun mengkeret berkurang. April,”ambring” atau habis hujan sama sekali.

Dan hari itupun cuaca tak menunjukkan kecerahan,menangis sedih terus. Bahkan puncaknya pada pukul 5 itu,selain hari menangis terus,juga dibarengi dengan guntur yang bersahut-sahutan serta angina yang menggebu-gebu dengan buasnya. Beberapa pohon akasia di tepi jalan tumbang atau patah pada cabang-cabangnya.

“Bi Ranti ! Tutup-tutupkan saja semua jendela,sudah sore ini ! Sebentar lagi juga tiba saatnya sholat Magrib !” Seru Mariam kepada Bi Ranti pembantunya. “Dan sekalian tengok di teras,tuh ada bunyi yang menggeleprak,jangan-jangan ada ada yang jatuh, Apa ?”

Selang beberapa menit Bi Ranti muncul dengan menggenggam sepucuk amplop surat ukuran besar.

“Apa itu Bi Ranti ? Surat ? Dari mana ?”

“Sipengirimnya sih bapak,bu,dari Garut !” Sahut Bi Ranti.

“Coba kemarikan cepat !”

Dengan tidak sabar dirobeknya amplop surat tersebut dan isinya ditarik dengan penuh rasa penasaran.

Garut,Oktober19….

Ibu dan si Neneng di rumah.

Walaupun dengan rasa pedih yang mesti Bapak dan Ibu tanggung,terpaksa Bapak sampaikan juga berita ini kepada Ibu dan si Neneng saying.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun