Mohon tunggu...
Fren Ceu
Fren Ceu Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Frenceu

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Nasakom ( Nasib Satu Koma ;)

9 Oktober 2012   08:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:02 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini personil kantornya berkurang lagi, lagiiiiiii..

Sejak 10 bulan yang lalu aku disini, sudah satu, dua, tiga eh empat orang yang pergi meninggalkan kantor ini. Pak Dxxx, Mas Axxxx, Mas Fxxxx dan pagi ini Teh Hxxxx. Dengan beragam alasan, berbagai faktor dan dengan begitu banyak pertimbangan pula katanya. Entahlah aku tidak bisa menyebutkannya secara rinci apa yang membuat mereka keluar, yang pasti dan satu hal yang jelas adalah masa depan dan uang ??? Yessss.. mengenai masa depan dan UANG, teman. Itu yang aku simpulkan dari percakapan dengan mereka sebelum mereka pergi meninggalkan kantor ini.

Tiga dari empat orang yang pergi dari kantor ini sudah lama bekerja, sedangkan Mas Axxx hanya bertahan 3 bulan saja di kontrak percobaan. Alasannya sama, tidak ada kejelasan karir untuk masa depan dan kejelasan penghasilan. Well, langkah yang sangat bijaksana “mungkin” menurutku, daripada berdiam dan tak mendapatkan kejelasan, dia berani membuat keputusan untuk mendapatkan sebuah kepastian masa depannya. Daripada mereka termasuk saya yang ingin pindah dan berpaling tapi ogah-ogahan ehm tepatnya bermalas-malasan untuk mencari peluang dan mengejar kesempatan.

Tiga orang -yang sudah resign- bertahan lebih lama dikantor ini. Mereka bukannya merasa puas atau ogah mencari peluang tapi terlena dalam Zona Nyaman yang ditawarkan kantor, katanya sih begitu. Sampai akhirnya mereka tersadar dengan segera berpindah haluan dan mencari “kepuasan” supaya bisa menabung untuk masa depan. Entahlah tapi aku pun merasa demikian, terlalu nyaman dengan lingkungan. Padahal kalau diingat-ingat, banyak ruginya. Banyak sekali.

Pertama, status kontrak. Senin, 8 Oktober 2012. Kontrakku berakhir, kontak kerja “kedua” 6 bulan yang aku lakukan dengan perusahaan ini harusnya berakhir di hari senin kemarin. Tapi, hari ini aku masih bekerja dengan tanpa status, belum ada status. Tanggal 4 Oktober 2012 kemarin, satu hari setelah para buruh melakukan kampanye / demonstrasi untuk meminta menghapuskan sistem outsourching, aku bertanya kepada HRD ku mengenai status kontrakku, apakah ada perpanjangan? Apakah ada kenaikan gaji? Apakah ada kemungkinan diangkat jadi pegawai tetap? Karena menurut teman kerjaku yang sudah 5 tahun disini, katanya ada kemungkinan diangkat jadi pegawai tetap tapi setelah sekian tahun bekerja dan harus puas dengan gaji Nasakom (Nasib Satu Koma). Apakah aku dapat Jamsostek? Apakah aku? Apakah aku? Bla, bla, bla, bla.. Dan jawabnya : “Belum tau Fren, surat kontraknya masih ada di Bapak Ixxxx, nanti ya ” Okeh baiklah, dan sekarang aku bekerja dengan status sebagai karyawan yang tak diketahui. T_T

Yang kedua, Jamsostek. Yang saya tahu nih ya, Jamsostek itu penting dan wajib diberikan oleh pengusaha kepada pegawainya. Buat apa? Ya supaya meningkatkan produktivitas kerja pegawainya juga buat perlindungan terhadap tenaga kerja dan keluarganya. Seperti tertulis di ini nih http://www.jamsostek.co.id/content/i.php?mid=2.

Nah, disana jelas tertulis bahwa Jamsostek merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sudah jelas kan?Dan tak dapat diragukan bahwa itu wajib kan? Tapi sudah 10 bulan aku bekerja disini, aku tidak mendapatkan hak itu, alasannya apa? Ya itu tadi, kontrak. Tapi jangankan yang kontrak seperti saya, temen saya yang tadi keluar pun – dia sudah 5 tahun kerja disini dari tahun 2007 – sampai dia keluar tadi pagi, tidak pernah mempunyai Kartu Hijau itu. Ckckckckkk. Bayangkan jika dia mendapatkan haknya itu sejak tahun 2007, bisa dipastikan dia mempunyai Jaminan Hari Tua (JHT) setidaknya untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi dia dan keluarganya nanti bukan? Ya sudahlah, bukan rejekinya dia kali ya. **sigh**

Setidaknya saya bersyukur bahwa saya pernah punya, dan terdaftar sebagai karyawan yang mempunyai Jamsostek di perusahaan Outsourching sebelumnya *eh.. Okay, Iya, saya pernah terjebak di perusahaan Outsourching. Tapi yang dulu lebih pasti dan “sedikit” baik perusahaannya dengan memberikan hak kami yaitu Jamsostek dan gaji yang lebih dari Nasakom walau jam kerja kayak hampir sama kayak zaman Jepang dulu, heu (sok tau gue)..

Yang ketiga, gaji Nasakom (Nasib satu Koma). Ya, gajinya hanya satu juta koma sekian pemirsah (termasuk teteh yang tadi resign pun bernasib Nasakom walau telah bekerja selama 5 tahun) *miris*. Tapi mereka, eh kami bersyukur (beda tipis antara syukur dan males itu sepertinya) hehe.. Mungkin memang benar kami bersyukur dengan masih mempunyai pekerjaan dan mendapatkan upah, dibanding mereka yang belum mendapatkan pekerjaan dan tidak mempunyai penghasilan. Tapi kami eh saya pun bisa dibilang males jika hanya “ikhlas” mendapatkan upah sekian dan tak berusaha untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang jauh lebih memadai dari sekarang. Toh temen-temen saya yang tadi disebutkan diatas pun ternyata bisa mendapatkannya. Walaupun dengan menunggu beberapa lama tapi memang bisa. Bahkan Pa Dxxx mendapatkan upah 5x lipat dibandingkan dengan upah yang didapatkan dari kantor ini. Oke, bukan berbicara mengenai upah yang “besar dan kecil”, karena pastinya ukuran besar dan kecil itu relatif dan tak mutlak.

Baiklah, sepertinya harus mulai ditingkatkan nih program “perbaikan penghasilannya”.Hehe.. Ada temen yang bilang bahwa “Better Late than Never” jadi mulai harus memantapkan niat untuk bisa berubah dan mendapatkan masa depan yang lebih baik. Untuk tak lagi menyandang status karyawan kontrak, yang tak mempunyai Jamsostek dan bergaji Nasakom.

Semoga secepatnya, InsyaAllah. Amin ya Rabb..

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun