"selamat pagi mi..Pi..! hari ini uncle Barboza akan datang ke sini bukan?. Hoe pengen belajar piano dari uncle Barboza..boleh kan pi?” celoteh gadis 10 tahun itu dengan riang.
“tentu saja sayang..Hoe akan belajar piano dari ahlinya..dan papi mengijinkan Hoe menggunakan piano milik kakek yang tersimpan di kamar hitam” Iya kan mi?” perempuan yang dipanggil mami itu mengangguk dengan senyum menyetujui.
“Uncle Barboza pianis yang hebat..suatu hari dia pernah diundang pemerintah ke istana diacara kenegaraan, ia membawakan lagu Johann Sebastian, Beach-Air on G String. Semua orang terkesima dengan alunan musiknya yang syahdu” Perempuan hampir 50 tahunan berambut hitam lebat itu berputar-putar seolah sedang berdansa hanyut dalam irama music yang mendayu.
Hoe memperhatikan ibunya dengan penuh kekaguman, meskipun hampir setengah abad, bagi Hoe maminya tetap muda., dari gaya yang selalu fashionable,
bentuk tubuhnya yang tetap indah pun wajahnya yang seolah tak pernah menua.
‘ooow oow…mamiiii! Sepertinya senang sekali…sudahlah..ayo cepat sarapan, dan kita berangkat mejemput uncle Barboza ke bandara”
“asyiikkk!!” sorak Hoe bersemangat.
“eitss,..tunggu Hoe tidak akan ikut ke bandara, papi akan antar dulu Hoe ke sekolah..nanti sepulang sekolah baru bertemu uncle Barboza!”
Hoe cembetut..” “Baiklah..!!” ucapnya lemah.
**
Keluarga Hoe adalah keluarga yang kaya,mereka tinggal di rumah megah bergaya eropa yang kental..Rumah itu merupakan rumah tua, dengan desaign klasik ala zaman Belanda. Kakek Hoe dari Papinya orang Belanda tulen. Sejak kakek dan neneknya memutuskan pindah lagi ke Belanda rumah itu resmi menjadi milik papinya. Hoe kecil lahir dan besar dalam rumah itu, rumah yang terletak jauh di pinggiran kota..perlu jalan memutar, mendaki untuk sampai di sana. Terasing, misterius bagi orang yang baru melihatnya, meskipun keluarga Hoe adalah keluarga yang normal, bergaul dan berbaur dengan masyarakat sekitar. Namun bentuk rumah itu seperti menyeramkan bagi sebagian orang.