[caption id="attachment_191917" align="aligncenter" width="620" caption="doc.pribadi"][/caption]
Nokia type 1100, seperti di foto punya kisah panjang di baliknya. Ini bukanlah hp pertama yang pernah kumiliki. Ada sebelumnya Samsung dengan antenna pinjaman dari teman, dan nokia besar 3310 pemberian mantan pacarku (sekarang suamiku), namun sayang hape itu tak bertahan lama di tanganku karena di bus kota sepulang dari kampus aku dicopet. Hp kesayangan dari pacar melayang.
Bisa dibayangkan, pemberian orang tersayang raib digondol copet. Beberapa hari aku berduka. Bukan hanya karena sedih tak punya HP lagi tetapi karena malu dengan sang pacar. Ternyata aku tak mampu menjaga amanat. Hixs. Mau beli yang baru aku tak punya uang, minta uang sama orang tua juga ga mungkin. Wong untuk jajan saja aku susah, masak tega minta uang beli Hp. Maka mulailah aku berpikir bagaimana caranya agar bisa kembali memiliki HP. Karena kami terpisah oleh jarak, maka HP menjadi seseutu yang penting untuk terus menjaga komunikasi. hehhe
Pucuk di cinta akhirnya ada teman yang menawariku pekerjaan. Sebuah lembaga survey di Sumbar membutuhkan tenaga untuk menjalankan survey mereka. Setelah aku Tanya berapa honornya akhirnya kuputuskan untuk ikut. Dengan honor bekerja di lembaga itu selama seminggu aku bisa mendapatkan satu hp baru. Hape menjadi motivasi luar biasa untuk menerima pekerjaan itu.
Pada hari yang telah ditentukan, aku sudah siap terjun ke lapangan. Dengan semangat 45 mulailah aku berjalan menyurusuri kota Padang dengan berjalan kaki, Aku dapat bagian untuk melakukan survey di beberapa kecamatan yang sudah ditentukan. Tugasnya tidaklah sulit, aku harus mewawancara penduduk setempat untuk mengisi kuisioner lembaran survey. Disinilah perjuangan itu dimulai.
Dengan menggunakan rumus pengambilan sampel aku mulai mencari target orang yang akan diwawancara. Aku berjalan sendiri, ternyata pekerjaan yang awalnya menurutku sepele, lumayan sulit juga. Karena tidak semua orang mau begitu saja diwawancara. Masyarakat menengah ke bawah tidak sulit untuk menemui mereka, aku terbentur saat mendapatkan target orang menengah ke atas yang tinggal di rumah gedong, dengan anjing di depan pagar tingginya. Berkali-kali mencet bel tidak ada yang jawab. Sekalinya jawab ternyata hanya pembantu mereka. Ada lagi yang mengusirku dengan kasar, mengatakan mereka sedang sibuk meganggu jam instirahat mereka. Ada juga aku kebagian mewawancara seorang pejabat kecamatan, aku harus mengikuti birokrasi yang berbelit-belit. Aku dioper kemana-mana dulu. Ahh tak pentinglah, bagiku yang penting bisa mewawancara mereka. Cerita menarik juga kutemukan saat satu rumah ternyata isinya anak kosan semua. Dan yang parahnya itu kos-kosan cowok, maka jadilah yang diwawancara bukan mereka tapi mereka yang mewawancaraku. Untungnya mereka semua sopan, hingga aku tak perlu takut mengahadapi mereka.
Satu hari itu aku pulang dengan hasil mengecewakan, karena tak banyak yang bisa kuwawancara. Pada hari pertama, kedua dan ketiga semangat masih menyala. Tetapi di hari keempat aku mulai lelah. Namanya juga anak kos. Uang dikantong ya pas-pasan. bahkan untuk makan siang saja tak punya uang Aku hampir putus asa meneruskan survey itu.
Aku masih ingat, di sekitar kampus Bung Hatta, di bawah rindangnya pepohonan, aku berjalan dengan sangat lelah. Aku menemukan sebuah wartel dan masuk ke dalamnya. Aku menghubungi no pacarku, dan aku menangis. Beliau memberi semangatku dan mengatakan “loh..katanya mau beli hp. Ayoo semangat jangan menyerah” ku seka air mata, bayangan HP di kepalaku kembali menari-nari. Aku keluar dari wartel itu dengan semangat baru. Sambil berjalan aku meneriakkann dalam hatiku “HP, HP ,HP” lalu aku tersenyum sendiri sambil melangkah melanjutkan perjuanganku.
Hari-hari berlalu dengan berbagai macam perasaan, dan tanpa kusadari aku telah melewati satu minggu dan menuntaskan pekerjaanku. Tinggal membuat laporan saja. Aku lega dan menjadi sangat lega saat pimpinan lembaga survey memberikan uang honorku. Masih kuingat saat itu Rp.900.000. Untuk seorang anak kosan kere sepertiku jumlah itu sangat banyak. Aku terharu menerimanya, tanpa menungggu lagi, malamnya aku langsung pergi ke conter HP dan Nokia 1100 ini jadi pilihanku.Bahkan sampai aku menikahpun HP ini telah menjadi saksi perjalanan cintaku bersama suamiku.Co Cuitttt dehhh deh pokoknya si jadul ini.
Meski kejadian itu telah berlalu kira-kira 9 tahun yang lalu. Namun aku selalu mengenangnya, dan saat aku kembali menemukan HP itu di laci lemariku aku tersenyum sendiri. Sebuah benda pertama yang kubeli dengan uangku sendiri. Hasil kerja kerasku yang penuh suka duka.
Hayyo teman-teman, jika anda punya barang-barang jadul. Yuuk dituliskan di sini, ikutan event “Saya Paling Jadul” bersama keluargaku Cengengesan Family (CF). selengkapnya bisa daftar di sini ya..
Tunggu apalagi seberapa jadulkah dirimu..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H