Halllllooooo….hari gini masih saja ribet membicarakan politik ? Apamau dikata karena topik itulah yang palingsegar untuk diperbincangkan akhir-akhir ini. Usai sudah pesta demokrasi, meninggalkan banyak PR yang segera harus dituntaskan. Masa transisi pemerintahan kita di tahun ini ternyata menyisakan banyak kesan di hati setiap orang. Proses panjang yang sudah dijalankan, memberi implikasi hasil yang ternyata tak mampu membahagiakan semua pihak. Ada sorak sarai kemenangan, ada kekecewaan atas kekalahan. Ada benci dan caci maki yang ternyata berbuntut panjang di dunia social media. Mengundang kritikan, kebencian kepada mereka yang ternyata berseberangan. Ini memprihatinkan, bagi yang peduli akan keselamatan bangsa. Tapi harus diakui ini adalah buah dari sebuah kemerdekaan berdemokrasi yang tak mungkin bisa terhindarkan.
Namun, ceritaku ini lain kawan! Aku sedang tidak memancing perbedaan, aku juga bukan berusaha membangunkan macan tidur menyulut kemarahan. Aku juga bukan ingin ceritakan suka dukanya menjadi penyelenggara pemilu yang sering di salahkan. Aku hanya ingin bagikan secuil aksi kecil yang pernah kulakukan. Untuk bangsadan tanah air yang sangat kucintai ini. Bersyukur aku mengenal kompasiana dan mulai menulis dengan deretan huruf-huruf tanpa spasi, pembaca sampai sakit mata karena membaca tulisanku yang tanpa makna kutulis secara asal-asalan. Bermodal sebuah HP butut, yang memang tak bisa diberi spasi jika digunakan membuat tulisan, ketika itu kuberanikan juga posting tulisan. Admin tak marah, tulisanku tetap tayang, teman-teman menahsehati memberi tahu cara menulis di HP supaya tetap rapi. Di sini aku mendapatkan teman, sahabat, keluarga yang hingga kini selalu terjaga silaturahmi.
Dari keberanian menunjukkan tulisan ke khalayak ramai, semangat menulis terus berkobar. Hingga kini aku diberi amanat untuk menjadi penyelenggara pemilu di tingkat bawah. Dalam hati aku selalu berpikir bagaiamana caranya aku bisa tetap bisa menulis sembari menikmati pekerjaan? Maka muncullah ide itu. Sebuah puisi, ya puisi yang kemudian kutulis dengan tanganku sendiri, dari hasil buah pikirku sendiri.
Puisi yang berisi ajakan setiap warga Negara menggunakan hak pilihnya dengan benar. Puisi yang kuniatkan menggugah setiap jiwa peduli akan keberlangsungan demokrasi di tanah airnya. Puisi yang kuinginkan memberi penyadaran betapa berharganya satu suara kita untuk kemajuan bangsa. Puisi yang kemudian menjadi puisi sosialisasi di tempatku, kubacakan di setiap kesempatan, dilombakan oleh teman-teman sebagai trik meningkatkan partisiapasi pemilih dalam pemilu. Tidak hanya di Sumatera Barat, puisiku juga di pinjam oleh beberapa teman-teman dari KPU provinsi lain, mereka mengenal puisi itu setelah aku mendapat kehormatan membacakan puisi itu di KPU RI pada acara bhakti sosial Rakornas Penyelenggara Pemilu di Jakarta. Di tengah apatisme masyarakat terhadap demokrasi berada di titik nadir, puisiku hadir memompa semnagat, menebar virus optimism setiap orang yang mendengar. Menjadi embun di tengah gersangnya kreativitas sosialisasi pemilu yang dilakukan.
Puisi itu kuberi judul “Suara-Suara Penentu” tidak hanya satu puisi aku juga menulis puisi untuk peserta pemilu. Puisi yang menghimbau seluruh peserta pemilu berkompetisi dengan jujur dan damai, puisi itu kuberi judul“Pemilu Damai Impian Kita”, kemudian dengan sepenuh hati kubacakan, Hanya sebuah aksi kecil, yang mungkin tak berarti apa-apa bagi yang lain. Tetapi aku senang, karena inilah aksiku untuk Indonesia, puisi yang kutulis dan kubacakan sendiri. Sekecil apapun, ini tetaplah menjadi inspirasi bagiku untuk terus berkarya, berbuat untuk negeri. Tak ada kebanggaan lain dari seorang penulis ketika karyanya dihargai. Inilah kebanggaanku sebagai penulis amatir dari anak bangsa yang peduli.
Inilah bait-bait puisiku..
Suara-Suara Penentu
Jangan katakan kau bukan siapa-siapa
Jangan bilang kau hanya orang biasa
Janganlah berpikir untuk acuh dan tak peduli pada bangsamu
Pada pilihanmu, pada hak suara yang dijamin negara bagimu
Sibukmu bukan alasan untuk kau tak memilih
Pintarmu, jangan membuatmu apatis dan enggan untuk mencoblos
Tersebab kayamu, bukanlah alibi untuk golput
Karena miskinmu, jangan jadikan alasan untuk tak datang ke TPS
Kepadamu orang tua di seluruh pelosok negeri
dirimu adalah teladan bagi generasi
Kuatkan langkahmu untuk hadir di pesta demokrasi
Rayakan perhelatan ini dengan berbesar hati
Kepadamu kaum remaja, putra-putri bangsa ini
Kobarkan semangatmu untuk mensukseskan pemilu nanti
Bakar jiwamu dengan rasa peduli
di PEMILU marilah berpartisipasi
Mungkin kau memang bukan siapa-siapa
Tapi di negerimu kau adalah pelakunya
kedaulatan itu ada ditanganmu
dengan kecerdasanmu untuk memilih mereka yang bisa dipercaya
Wahai segenap jiwa yang mempunyai hak suara
betapa indahnya kala kita berduyun-duyun ke tempat pemungutan suara
memilih mereka yang memperjuangkan kepentingan bangsa
bukan dengan alasan pragmatisme semata