Tri tersenyum sendiri, melayang lagi angannya jauh. Pada sosok lelaki yang dulu mengisi hatinya. Li …! Kini bayangan itu bergantian muncul dengan wajah lelaki baru yang dipaksanya ada dalam khayalnya. Ramli!
Terus saja secara bergantian dua wajah ituhilir mudik dalam alam pikirannya kini.Harusnya Tri tidak perlu lagi ragu, karena Li bukanlah kekasihnya kini. Tetapi mengapa setiap mengingat Ramli, dia selalu membandingkan lelaki itu dengan Li?
Bisakah Ramli membuatnya bahagia? Apakah benar Ramli adalah jodohnya?
“Oh..Tuhan, beritahu aku, apa yang terbaik untukku, ” pintanya pada Yang Maha Kuasa.
* Demikianlah hari demi hari semakin mendekatkan Tri dengan Ramli. Apalagi Li selalu mendukungnya. Benih-benih cinta mulai tumbuh di hati mereka. Ada benarnya, cinta akan bersemi bila diberikan kesempatan untuk tumbuh. Waktu yang akan menyuburkan kemudian.
"Ah, sepertinya aku memang mulai menyukai Ramli!" Tri berkata pada dirinya sendiri. "Ternyata memang tidak salah, perasaan cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu!"
Telepon genggam Tri berdering. Melihat nomor yang menghubunginya, dahi Tri berkerut. Ia sengaja tak berusaha menjawab panggilan tersebut dan membiarkan sambungan terputus dengan sendirinya.
"Rizal! Kenapa sih setiap hari menghubungiku? Bosan. Dia lagi dia lagi!" Tri menggerutu sendirian.
Rizal tampak kesal sekali, ingin rasanya ia membanting telepon genggamnya dan memarahi Tri. Ia merasa tidak dihargai oleh sikap Tri yang berkali-kali tidak menerima teleponnya.
"Tri, kenapa sih kamu tidak mau menerima teleponku? Seharusnya kamu tahu perasaanku. Bagaimana setiap hari aku merindukanmu. Apa aku tidak pantas mencintaimu?!"
"Jangan panggil aku Rizal bila tak bisa mendapatkanmu, Tri! Aku tak kalah dengan Li, dan aku rasa lebih baik!!!" Geram Rizal dan berikrar pada dirinya dalam kendaraan yang sedang melaju.