“Tapi, Nak Li …! Suara Mama memecah lamunan Tri. Lalu ia kembali fokus mendengarkan pendapat Mama. “Sebagai Ibu, saya memang keberatan Nak Li, maafkan saya! Bagi saya mendengar semua penjelasan Nak Li sungguh sangat meyakinkan. Betapa besarnya cinta Nak Li kepada putri kami. Saya berterimakasih untuk itu. ”
“Namun, sebagai seorang Ibu dan seorang muslimah saya wajib menjaga anak saya dari berbuat sesuatu yang melanggar syariat. Agama Islam meninggalkan dua pusaka untuk kami berpedoman menjalani hidup, yaitunya Al Qur’an dan Sunnah. Segala sesuatunya telah diatur dengan sangat jelas di dalamnya. ”
Li dengan sabar mendengar apa yang disampaikan oleh Mama Tri tanpa berusaha membantah atau memotong pembicaraan. Sementara Papa Tri terlihat mulai menahan kantuk.
“Mulai dari hal-hal yang paling kecil sampai pada masalah besar sekalipun. Semua tertera dalam Al Qur’an dengan sangat terang. ”
“Hal kecil misalnya yang diatur adalah, pada saat seorang bayi lahir ke dunia, Bapaknya harus mengumandangkan azan di telinga anak lelaki yang baru lahir itu. Jika yang lahir adalah bayi perempuan maka Bapaknya harus mengumandangkan Iqamat. Itulah kalimat pertama yang harus didengar sorang bayi mungil dalam agama kami, kalimah Tauhid. Hanya orang Islam yang bisa melakukannya. ”
“Saya percaya bahwa penguasa hati manusia adalah Tuhan. Tuhanlah Yang Maha membolak balikkan hati. Kita sama sekali tidak mengetahui apa yang akan terjadi nanti dan juga sama sekali kita tidak punya pengetahuan tentang masa depan itu.”
Sementara Mama Tri terlihat masih begitu semangat menyampaikan isi hatinya.
“Kita tidak bisa katakan kepastian bahwa nanti Tri tidak akan berpindah agama. Bukan karena saya meragukan kesungguhan Nak Li untuk tetap menjaganya. Bukan..Bukan itu! Tetapi saya tetap tidak mampu melepaskan anak saya kepada seorang lelaki Non muslim. Karena agama memang jelas-jelas melarangnya. ”
“Nak Li, Om setuju dengan pendapat Mamanya Tri. Maaf, bila hal ini mengecewakan hati Nak Li! Sebenarnya kami tidak bermaksud demikian sama sekali. Tidak!” Papa Tri sedikit menambahkan.
Sambil menggeleng kepalanya dengan perlahan, Li menarik nafasnya dalam-dalam. Li terlihat memendam kekecewaan yang sangat. Papa Tri yang duduk didekatnya berusaha menghibur dengan menepuk bahunya.
“Nak Li, kami doakan kelak akan mendapatkan jodoh yang sepadan.” Demikian suara Papa Tri menghibur diiringi anggukan Mama Tri.