Mohon tunggu...
Filman Syah
Filman Syah Mohon Tunggu... -

Berkarya tanpa tuntutan. Itu jujur dan rileks.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Karakter Sang Penempuh Jalan

2 Juni 2013   21:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:38 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

*Oleh : Filmansyah*

Satu orang, punya tabiat, punya kebiasaan, punya kesenangan, punya kenangan, punya keinginan. Satu orang, ada kelemahan-kelebihan. Umumnya disebut KARAKTER, barangkali kita sama-sama paham, tiap-tiap orang ada karakter. Karakter mencakup dari fisik (wujud) dan batin (sifat), dan dari karakter ini yang membedakan dia (orang) dengan manusia bumi yang lain, dan dari karakter juga yang jelas-jelas membedakan dia (orang) dengan orang utan. Karakter tidak pernah sama, bahkan orang yang terlahir kembar-pun karakternya tak mungkin sama, karena fisik tidak mewakili batin, dan batin bukan perwalian fisik. Meskipun ada salah satu disiplin ilmu yang mengemukakan, bahwa bentuk fisik memiliki korelasi kuat pada gambaran batin (sifat) diri, namun terlepas dari itu, bisa dibilang setiap orang punya potensi untuk jadi ‘apapun’, bisa jadi setiap orang ada kecenderungan untuk menipu, bahkan setiap orang punya potensi jadi ‘pembunuh’, meski kadarnya banyak atau sedikit.

Meskipun kisah monster dan raksasa penuh ketegangan, intrik, bahkan diliputi kehancuran, namun lebih dari itu tak ada yang lebih menegangkan dari kisah seorang manusia, meski manusia terlihat sederhana dari luar, tapi ada yang tersembunyi dibalik badannya, relung pikirannya, barangkali pernah tragedi juga ikut mewarnai jalan hidupnya, siapa yang tahu? Bila mau dihitung, berapa kesulitan yang hadir didunia ini dan peristiwa itu tidak jauh dari campur tangan manusia, bahkan ada kisahnya lebih kejam, penuh intrik daripada kisah sang monster atau legenda mitos lainnya. Hitung sendiri bila mau.

Satu orang, bawa karakter, bawa potensi, mungkinkah setiap karakter melebur jadi satu pikiran? Mungkinkah banyak ambisi melebur jadi satu ambisi? Kepentingan tumbuh di tiap-tiap kepala, habis tumbuh mungkin malah berkembang, menjalar. Apa bisa kepentingan melebur jadi satu gerakan? Karena kepentingan maka timbul gerakan, dan gerakan bisa mana-mana saja, bisa jalan ‘lurus’ atau ‘bengkok’. Jalan mana yang mau diputuskan, itu bergantung dari karakter dirinya, ‘potensi’ dirinya.

Jujur-bohong itu relatif, salah-benar juga relatif, ini perspektif, disimpulkan melalui mata dan pikiran sendiri. Perumpamaan yang biasa kita dengar, bayi itu ibarat kertas putih, bisa dikuas dengan warna apapun, saat bayi itu dewasa, warna itu akan tetap ada, saat kertas itu dimakan usia, warna diatas kertas tetap kelihatan, samar atau jelas. Artinya bahwa, coretan awal itu penting, karena coretan itu akan terus menempel sampai kapanpun, bisa jadi ia samar atau barangkali makin tajam warnanya. Karena coretan kuas itu sedikit-banyaknya akan menjadi karakter dan ‘potensi’ dirinya untuk membuat keputusan dimasa depan, bagi dirinya sendiri atau orang lain, ambil jalan ‘lurus’ atau jalan ‘bengkok’. Barangkali.

Dunia pendidikan formal mulai dari bawah sampai fase tertinggi, hampir seluruhnya telah memberikan buku panduan bagi murid didiknya agar selalu mengambil jalan lurus, dengan harapan terus berlaku benar. Sebagian dari kita, pernah mendapat ajaran bila berbohong, mencuri, itu hal yang salah. Jujur adalah cara berlaku benar, jujur sebagai bukti sang penempuh jalan lurus, jujur adalah keharusan, tapi bila bersinggungan dengan sebagian kelompok tertentu, yang didalamnya punya banyak kepala, kepentingan, ambisi, dari sinilah mulai hidup ‘perspektif’, mulai dari sudut pandang kacamata putih, hitam, minus, terakhir kacamata kuda. Maka jujur dalam artian yang jujur silahkan cari sendiri. Malah ada sebagian orang yang memakai kejujuran itu sebagai hiasan, cara memakainya tidak seperti emas-berlian, bila emas-berlian dikenakan ditubuh, dibawa jalan-jalan, timbul suatu kebanggaan tertentu bagi si pemakai. Jika jujur sebagai hiasan, cara mengenakannya, dengan berkata jujur sekeras kemampuan pita suara, tapi gerakannya setenang dan selincah binatang pengerat. Artinya, jujur itu lahir dipikiran, hidup dimulut, tapi jadi mayat dalam tindakan, tidak bisa apa-apa.

Bila mengingat penggalan tulisan dari salah satu tetralogi roman Pram, begini kira-kira isinya “Seorang terpelajar sudah seharusnya berlaku adil, sudah sejak dalam pikiran maupun perbuatan”, arti tulisannya dalam dan spesifik, sangat mewakili ‘jalan lurus’. Renungkan sendiri.

Mendung tebal, hujan deras, guntur keras, angin ribut, separah-parahnya keadaan, tetap ada terangnya matahari dibelakang awan hitam. Tinggal menunggu waktu yang tepat agar sinar itu tembus memasuki permukaan bumi. Seburuk-buruknya ‘keadaan’, akan tetap ada orang yang jujur dengan arti yang jujur, diam-diam bekerja, jadi batu putih diatas hitam, menyandungi kekuatan gelap, digilas hampir pecah, namun kuat pada pijakannya, tetap pada bentuknya, maka orang-orang demikian yang akan datang pada situasi kesekian, jadi panutan, pegangan, karakter baik, sang penempuh ‘jalan lurus’, meski selamanya manusia tetap ditempeli kelemahan, tapi orang-orang demikian sedikit-banyaknya akan memperbaiki keadaan. Semoga mereka datang pada waktu yang akan datang.

Tulisan ini tidak mendiskriminasi siapapun, lembaga manapun, bahkan penulis berharap mudah-mudahan tidak ada kelompok yang masuk dalam kategori ‘jalan bengkok’. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun