Mohon tunggu...
fetria saman
fetria saman Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dan belajar menulis

I'll tell u later

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengubah Perilaku, Meningkatkan Kesejahteraan

28 April 2017   15:48 Diperbarui: 28 April 2017   16:05 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warnanya putih susu, bertekstur lembek. Ketika ditekan, permukaannya melesak kedalam dan teraba butiran-butiran pasir kecil. Aromanya menusuk, membuat para pengendara motor terpaksa harus menahan nafas ketika berada dibelakang truk yang melintasi kota, dalam perjalanannya menuju PT.Borneo Makmur Lestari, Tangkiling, Kota Palangka Raya.

Karet atau lateks demikian orang-orang menyebutnya. Salah satu komiditi unggulan di bidang perkebunan ini memang menopang hidup dari ratusan kepala keluarga yang ada di Kalteng. Bagaimana tidak, penduduk yang bermata pencaharian sebagai penyadap karet menyebar di seluruh kabupaten dan kota di Kalimantan Tengah.

Meskipun aromanya dikatakan busuk, namun bagi petani karet di Kalteng, aroma tersebut adalah aroma yang dapat memberi makan dan menyekolahkan anak-anak mereka sampai sarjana. Meskipun hasil panen melimpah, petani karet belum bisa tersenyum dengan bahagia. Pasalnya harga karet masih berkisar di Rp5.000,- hingga Rp6.000,-. Tidak hanya aromanya, harganya pun ikut menusuk hati.

Kendala dalam Pengembangan Karet

Karet alam yang diekspor banyak menunjang perekonomian negara karena hasil devisa yang diperoleh dari karet alam cukup besar. Indonesia merupakan salah satu negara dengan perkebunan karet terluas dan Kalimantan Tengah termasuk salah satu provinsi di Indonesia yang menghasilkan produksi karet yang besar karena sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani karet.

Di Kalimantan Tengah sendiri ada beberapa faktor penghambat perkembangan karet seperti misalnya harga internasional crumb rubber yang cenderung menurun menyebabkan petani karet enggan menyadap, faktor cuaca dan sebagainya. PT. Borneo Makmur Lestari, salah satu pabrik karet di Kalteng menyatakan bahwa permasalahan yang sering dihadapi oleh pabrik adalah kualitas bokar yang masih rendah, harga karet yang fluktuatif sehingga mengakibatkan penampungan stok karet menunggu harga tinggi serta bahan baku yang semakin terbatas.

Padahal berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng, luas areal tanam karet semakin bertambah setiap tahunnya yaitu 459.616,82 ha pada tahun 2015 menjadi 522.082,89 ha pada tahun 2016. Permintaan karet olahan mengalami kenaikan setiap tahun karena maraknya industri ban dan industri pemakai karet lainnya terutama permintaan dari industri kendaraan bermotor.

Berdasarkan data dari GAPKINDO Kalselteng (Gabungan Pengusaha Karet Indonesia) produksi karet Kalteng pada tahun 2014 mencapai 99.607 ton lalu meningkat 2,36% (yoy) menjadi 101.960 ton pada tahun 2015. Kebutuhan yang tinggi akan karet alam olahan di dunia tentunya akan mendorong pengusahaan lahan karet dan pengolahan karet di Indonesia. Tingginya kebutuhan akan karet dimaksud tentunya akan meningkatkan harga jual. Namun kenyataannya harga karet terus menerus mengalami penurunan.

Memperkenalkan Teknik Pengolahan Baru

Banyak permasalahan yang dihadapi petani seperti kurangnya pengetahuan petani untuk pengolahan pasca panen, praktek kecurangan penambahan karet dengan air, kotoran yang dimasukkan langsung pada karet, dan belum menggunakan pembeku yang berkualitas yang semuanya berdampak pada BOKAR (Bahan Olahan Karet) yang tidak memenuhi standar spesifikasi mutu sehingga pada akhirnya akan berdampak pada penurunan harga jual sehingga perlu ada perhatian khusus tentang pembinaan karet itu sendiri.

Beberapa tahun belakangan, USAID Lestari memperkenalkan sistem pengolahan karet dengan menghitung KKK (Kadar Karet Kering) dari hasil produksi agar karet yang dihasilkan memenuhi standar yang diinginkan pabrik SIR 5 atau SIR 10 (SIR: Standard Indonesia Rubber). Sistem ini berhasil mendongkrak harga karet menjadi Rp17.000,- hingga Rp20.000,-. Petani semakin rajin menyadap karet sehingga produksi melimpah. Sistem pengolahan karet ini dilakukan dengan cara menyemprotkan cairan (koagulan) yang akan menggumpalkan hasil sadap karet agar tidak tercampur air. Petani tidak lagi diperkenankan merendam karet dan mencampurnya dengan pasir atau karena hal tersebut akan merusak kualitas karet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun