Pada tanggal 16 Januari 2015 Jokowi memberhentikan dengan hormat Jendral Sutarman sebagai Kapolri dan menunjuk Wakapolri Komjen. Badrodin Haiti sebagai pelaksana tugas Kapolri. Walaupun masa dinasnya masih tersisa sampai bulan Oktober 2015 untuk pensiun, Sutarman harus merelakan dirinya mengakhiri kariernya di Polri lebih awal. Nasib yang menimpa Sutarman ini juga pernah dialami oleh Jenderal Hoegeng yang diberhentikan sebagai Kapolri oleh Presiden Soeharto pada tanggal 2 Oktober 1971. Ada kesamaan nasib yang dialami oleh Sutarman dan Hoegeng. Sama-sama diberhentikan di tengah jalan walaupun masih belum waktunya untuk pensiun. Banyak motif yang melatarbelakangi pencopotan Jenderal Hoegeng ini. Salah satunya adalah karena Presiden Soeharto sudah merasa tidak nyaman dengan tingkah laku Hoegeng yang sudah mulai mengusik ketenangan keluarga Soeharto dengan mengusik bisnis keluarga cendana. Apalagi selama hidupnya Polisi Hoegeng dikenal sebagai polisi yang lurus dan tidak neko-neko. Setelah diberhentikan jadi kapolri, Hoegeng kemudian ditawari jabatan duta besar oleh Presiden Soeharto di negara Belgia. Suatu jabatan sebagai tempat buangan pada orang-orang yang tidak disukai pada saat itu. Hoegeng masih bersedia bekerja apa saja asal tetap ditempatkan di dalam negeri saja, bukan di luar negeri. Tapi pada saat itu Presiden Soeharto meresponsnya dengan mengatakan sudah tidak ada tempat dan lowongan buat Hoegeng di Indonesia. Mendengar jawaban seperti itu, Hoegeng menyadari jika dirinya sudah tidak diinginkan dan menjadi orang buangan. Dengan tegas Hoegeng menjawab, "Ya sudah, kalau begitu saya keluar saja.'' Mendengar jawaban Hoegeng yang tegas itu Soeharto langsung terdiam. Tampaknya Jendral Sutarman juga mengikuti jejak seniornya, Hoegeng, yang sama-sama diputus di tengah jalan tanpa alasan yang jelas. Sutarman sepertinya juga sudah tidak tertarik lagi dengan jabatan-jabatan lain yang ditawari oleh Presiden Jokowi pasca pencopotan di tengah jalan yang dilakukan oleh Jokowi. Tolak Tawaran Jokowi, Sutarman Pilih Bertani . Sutarman mengaku sudah menerima beberapa tawaran beberapa jabatan dari Presiden Jokowi. Namun Sutarman sudah memutuskan sudah tidak tertarik lagi menerima tawaran itu. "Betul apa yang dikatakan Menteri Tedjo, dan Presiden Jokowi sendiri juga menyampaikan ke saya waktu menghadap," kata Sutarman lewat pesan singkat kepada Tempo, Selasa, 20 Januari 2015. "Tapi saya menolak." Sutarman mengaku dia ditawari posisi dari duta besar sampai jabatan petinggi di BUMN. Pada hari Senen tanggal 19 Januari 2015 lalu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijanto menginformasikan bahwa memang betul Sutarman ditawari oleh Jokowi untuk beberapa posisi. Tapi semuanya itu tergantung sama orang yang ditawari mau atau tidak menerima posisi itu, timpal Tedjo. Dalam penjelasannya Sutarman lebih memilih menghabiskan waktu bersama keluarga."Saya ingin bertani saja, menikmati sisa hidup bersama keluarga," kata mantan ajudan Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu. Keputusan Sutarman yang sudah tidak mau lagi menerima tawaran jabatan dari Jokowi ini perlu kita hargai. Adalah menjadi haknya untuk menerima dan menolak tawaran tersebut. Apalagi pemberhentiannya di tengah jalan tanpa alasan yang jelas dan tidak lazim dalam tradisi pergantian kapolri. Keputusan Sutarman yang menolak tawaran Jokowi itu juga sudah sangat tepat. Buat apalagi menerima tawaran dari orang yang sudah tidak suka dan menghendaki dirinya untuk bercokol pada posisinya. Ada kesan tawaran itu sekedar basa-basi saja. Dengan menolak tawaran Presiden Jokowi itu, Sutarman sudah memperlihatkan harkat dan harga dirinya di hadapan Jokowi. Selamat menikmati pekerjaan baru sebagai petani, Jenderal!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H