Mohon tunggu...
Fawaidurrahman Faid
Fawaidurrahman Faid Mohon Tunggu... -

nevernervous..

Selanjutnya

Tutup

Money

Meretas Posisi Ekonomi Syariah di Tengah Pusaran Ekonomi Lain

23 November 2010   04:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:22 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kebengkokan Faktual: Sebuah Prolog

Pelaksanaan ekonomi syariah dengan prinsip-prinsipnya diharapkan dapat menghasilkan  masyarakat sejahtera atau  madani yang marhamah secara material dan spiritual, sebagaimana yang pernah terjadi di jaman Rasulullah SAW.[1] Namun demikian, masih banyak orang yang belum memahami dengan baik dan benar tentang falsafah dan bangunan dari ekonomi syariah sehingga akhirnya banyak ditemui kekeliruan dalam mengimplementasikan ekonomi syariah. Salah satu contoh yang dapat dikemukakan disini yaitu bagaimana perbankan syariah sebagai suatu sub-sistem dari ekonomi syariah dijalankan hanya dengan mengadopsi model perbankan konvensional yang menjadi alat kapitalis dalam upaya menumpuk kekayaannya. Bagaimana mungkin, model sub-sistem dari suatu sistem ekonomi konvensional yang telah gagal memenuhi harapan pengikutnya dapat digunakan untuk mewujudkan masyarakat madani?

Lebih jauh lagi, produk atau akad pembiayaan yang digunakan oleh bank-bank syariah, bahkan oleh Islamic Development Bank (IDB) sekalipun, masih didominasi dengan akad murabahah.[2] Lebih memprihatinkan lagi bila kita mendengar ucapan praktisi bank syariah yang mengatakan bahwa strategi ekspansi pembiayaannya diarahkan pada sektor konsumtif.[3] Barangkali suatu apologi yang dapat diterima dari keadaan seperti ini adalah bahwa kita masih berada dalam proses pembelajaran dan tahap pengembangan lembaga keuangan syariah. Tetapi akan sampai berapa lama proses tersebut berlangsung? Sudah berapa lama institusi IDB berjalan tetapi hingga kini masih tetap merasa nyaman dengan akad murabahahnya?. Masih banyak diantara kita yang mempersoalkan pemakaian istilah ‘islam’ atau ’syariah’ sehingga Bank Indonesia sendiri merasa perlu untuk mewajibkan bank yang beroperasi secara syariah menggunakan kata “syariah” pada nama bank tersebut sekedar untuk membedakannya dengan bank yang beroperasi tidak secara syariah (bank konvensional).

Kekeliruan fatal bisa terjadi, dimana bank yang tidak menggunakan kata “syariah” pada nama bank tersebut seolah-olah tidak syariah atau islami. Padahal di Amerika saja, bank-bank yang beroperasi secara syariah seperti Bank of Whittier, California,  tidak perlu harus menggunakan embel-embel “syariah” pada nama bank tersebut. Tingkat pemahaman masyarakat kita ternyata masih berada pada tahap pengenalan simbol dan jargon, masih berada pada tahap pengembangan ghirah (semangat) berekonomi syariah dan belum sampai pada tahap yang lebih substantif, yaitu bagaimana menerapkan prinsip-prinsip ekonomi syariah diatas dalam setiap nafas kehidupan ekonomi keluarga, masyarakat dan negara. Apalagi kalau kita menyadari bahwa pola pikir dan pola hidup kita selama ini sebenarnya, disadari atau tidak, telah dibatasi oleh pengetahuan dan pemahaman yang nyaris semuanya berlandaskan faham kapitalis.

Faham kapitalis telah meracuni pikiran dan kehidupan kita semua, baik pemerintah, pelaku bisnis, masyarakat awam, bahkan para kyai dan ustadz. Satu contoh kecil misalnya, kegiatan pinjam meminjam uang dianggap sebagai kegiatan komersial/bisnis sehingga pihak yang meminjam harus memberikan kelebihan atas uang yang dipinjamnya. Hal ini diterima oleh masyarakat sebagai sesuatu yang wajar. Padahal, dalam islam, kegiatan tersebut tidak termasuk dalam kegiatan komersial/bisnis, tetapi merupakan kegiatan tolong menolong, dimana peminjam tidak berkewajiban untuk memberikan kelebihan atas uang yang dipinjamnya, sementara pihak yang meminjamkan uang tersebut akan mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT.

Suatu kekonyolan dimasa lalu terjadi dimana kita merasa bangga bilamana kita mampu mendapatkan pinjaman yang besar dari Bank Dunia atau IMF atau bank-bank luar negeri dengan alasan bahwa kita semakin dipercaya oleh badan-badan Internasional tersebut. Padahal justru dengan pinjaman itulah kondisi bangsa ini menjadi terpuruk. Pinjaman tersebut mewajibkan kita untuk mengembalikan pokok pinjaman plus bunga, terlepas dari apakah kita mampu atau tidak mampu memenuhinya. Penerapan bunga tersebut telah melanggar prinsip ekonomi syariah diatas. Contoh kekeliruan lain yang sudah menjadi kelaziman di masyarakat kita dan masyarakat dunia lain akibat pengaruh faham kapitalis adalah tentang nilai uang kertas/koin yang kita miliki. Kita selama ini menganggap bahwa uang kertas/koin tersebut merupakan representasi dari kekayaan dan oleh karenanya dapat berkembang/bertambah dengan sendirinya. Uang dianggap sama dengan barang yang bisa diperjual belikan.

Akibatnya, kita terjebak dengan kehidupan yang serba ribawi, baik ditingkat masyarakat bawah maupun atas, bahkan ditingkat negara. Faham kapitalis yang tidak memiliki landasan spiritual tersebut telah merusak sendi-sendi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat kita, bahkan masyarakat dunia, selama berabad-abad. Kekayaan alam bangsa kita telah nyaris habis terkuras oleh negara-negara maju melalui lembaga keuangan Internasional tersebut sebagai akibat dari praktek rente. Barangkali diperlukan sekurang-kurangnya satu generasi untuk merubah kondisi masyarakat yang telah diracuni oleh faham kapitalis untuk menuju masyarakat madani.

Masih banyak diantara kita yang berpandangan bahwa syariah menempati posisi yang paling utama di dalam kehidupan sosial dan ekonomi sehingga seolah-olah aspek syariah tersebut tidak dapat dan tidak boleh berubah. Padahal syariah memiliki sifat relatif, yang bisa berubah setiap saat mengikuti perkembangan zaman, kemajuan sain dan teknologi serta peradaban manusia.[4] Pandangan yang keliru tersebut telah mengakibatkan stagnasi dalam sejarah perkembangan islam sehingga tidak mengherankan bilamana sampai sekarang ini pintu ijtihad seolah-olah telah tertutup. Kebebasan berfikir dan berkreatifitas sebagai salah satu prinsip dasar ekonomi syariah tidak berfungsi dengan baik. Kejayaan Islam yang dilandasi oleh semangat ijtihad dimasa lalu seolah-olah tidak akan mungkin muncul kembali.

Landasan Aksiologis Ekonomi Islam

Banyak sekali keterangan dari al-Qur’an yang menyinggung masalah ekonomi, baik secara eksplisit maupun implisit. Bagaimana jual-beli yang baik dan sah menurut Islam, pinjam meminjam dengan akad-akad yang sah sampai dengan pelarangan riba dalam perekonomian. Walaupun pada kitab suci sebelumnya juga pernah disebutkan, dimana perbuatan riba itu dibenci Tuhan. Sedangkan pada tatanan teknisnya diperjelas dengan hadis serta teladan dari Rasulullah dan para alim ulama.

Dari namanya sudah dapat dipastikan bahwa secara ideologi, sistem ekonomi Islam kental dengan nuansa keislaman. Sistem ekonomi Islam memberikan tuntunan pada manusia dalam perilakunya untuk memenuhi segala kebutuhannya dengan keterbatasan alat pemuas dengsn jalan yang baik dan alat pemuas yang tentunya halal, secara dzatnya maupun secara perolehannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun