Mohon tunggu...
Gus Alice
Gus Alice Mohon Tunggu... -

Pecinta tafaqquh fiddin di Matholi'ul Anwar Simo Lamongan Surabya Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pesan Haji, Stop Penyelewengan!

31 Oktober 2012   09:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:10 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh; Ali Shodikin

Dalam beberapa minggu ini Radar Bojoegoro selalu menyuguhi berita tentang beberapa mantan pejabat, mulai dari Sekda Bojonegoro, plus Mantan Bupatinya, dan juga tak ketinggalan mantan  Sekda  Blora, plus mantan Ketua Dewannya yang sudah di vonis oleh MA dengan ganjaran penjara. Dan hampir dari semuanya tersandung dugaan penyelewengan (baca; korupsi) uang rakyat. Maka disinilah pentingnya tulisan ini. Mengapa para pejabat yang notabene orang-orang beragama masih tersandung dugaan penyelewengan ? Dan apalagi rata-rata mereka sudah menjalankan rukun Islam yang kelima. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah, pesan apa saja yang terkandung dalam ibadah Haji ?

Sebagaimana sudah kita maklumi bersama, bahwa salah satu pengorbanan Nabi Ibrahim adalah ketika dia diperintahkan Allah untuk menyembelih anaknya tercinta, Ismail. Seorang anak yang sudah lama dinanti-nantikan sampai usia tua. Tiba-tiba setelah anaknya cukup dewasa, Allah Swt memerintahkan supaya ia disembelih, dikorbankan sebagai ujian dari Allah. Setelah Nabi Ibrahim betul-betul ingin mencoba melaksanakan perintah dengan pasrah (aslama), mempasrahkan dirinya dan ditelentangkan, kemudian hampir saja Nabi Ibrahim memotong leher anaknya, kemudian ditegur oleh Allah “Ibrahim cukup sekian, kamu sudah membuktikan dirimu sebagai orang yang setia kepada Tuhan!” (lihat, QS 37:103-105).

Inilah hablun minallah, yaitu mencintai Allah di atas segala-galanya. Jadi berkorban menyembelih binatang merupakan tindakan simbolik. Ini artinya, kita disuruh meniru dan mencontoh nabilullah Ibrahim dalam menghayati hubungan yang setia dan mendalam secara vertikal dengan Allah. Meskipun demikian, Al-Qur’an mengingatkan bahwa yang sampai kepada Allah itu bukan darah  atau daging korban itu, melainkan takwa yang ada di dalam dada. “ Yang sampai kepada Allah bukan daging atau darahnya, melainkan yang sampai kepada-Nya adalah ketaqwaanmu.... (QS. 22:37). Dan berkorban menyembelih bintang sendiri bertujuan sosial, yaitu memberi makan dengan daging korban kepada orang-orang fakir-miskin.

Di sinilah pentingnya meneladani tokoh Besar Nabi Ibrahim. Kenapa ? Sebab hampir seluruh ritual Qurban dan Haji merekonstruksikan perjalanan Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim bukan saja sebagai Bapak Ketauhidan, yang ditugaskan membersihkan rumah Tuhan dari kemusyrikan. Nabi Ibrahim adalah model dari seorang manusia yang memilih untuk berangkat menuju Tuhan.

Dari sekilas gambaran ini, hemat kita paling tidak ada dua pesan dalam ibadah haji yakni mengorbankan harta dan yang lebih berat lagi adalah memerangi hawa ego (nafsu).

Mengorbankan Harta

Sekali lagi mengorbankan harta, dan bukan menyelewengkan harta rakyat. Memang perjalanan menuju Baitullah merupakan sebuah perjuangan yang luar biasa. Hampir seluruh cara perjuangan disimbolkan dalam satu upacara haji. Bahkan yang pertama kali harus dilakukan dalam berjuang adalah dengan mengorbankan harta. Orang tidak akan pernah bisa haji kalau tanpa mengeluarkan hartanya. Sekalipun juga ada satu atau dua orang yang haji melalui dinas. Inipun bukan berarti tanpa biaya. Lihatlah ongkos untuk walimatus safar yang menjadi budaya hampir disemua desa sebagaimana di tulis oleh direktur radar Bojonegoro secara bersambung di koran ini. Dan apalagi berbicara tentang perjuangan menegakan agama Allah. Qur’an dengan tegas bahwa pertama kali yang dilakukan dengan harta, baru kemudian dengan nyawa : Kamu beriman kepada Allah dan Rasulnya dan berjihad di jalan  Allah  dengan harta dan  jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya (QS. Al-Shaf;110).

Dengan mengorbankan harta, kita sebetulnya  tengah menghancurkan ego kita masing-masing. Banyak orang mengira, termasuk barangkali para pemegang amanah jabatan yang  tidak clean, bahwa harta akan mengekalkan dirinya dan jabatannya. Padahal Al-Quran sudah mewarning dengan tegas, “Dia mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia menduga bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya (QS. Al-Humazah; 2-3). Ketika orang mengorbankan hartanya, sesungguhnya dia sedang melatih dirinya untuk tidak memenuhi keinginan dirinya sendiri.

Memerangi hawa nafsu

Pesan haji berikutnya adalah memerangi hawa nafsu. Ini berarti tahap menghancurkan ego. Dan menghancurkan ego merupakan perjuangan maha dahsyat. Lihatlah ketika Rasul mengatakan kepada para sahabat beliau pasca perang Badar. “Raja’na min jihadil asghor ila jihadil akbar, kita barusan pulang dari perang kecil menuju perang yang maha dahsyat.” Mendengar dawuh Rasulullah tersebut para sahabat protes. Oleh Rasul dikatakan, bahwa perjuangan maha berat adalah perjuangan melawan hawa ego (nafsu). Sehingga ketika berhaji, berpakaian ihram adalah simbol dari berlatih mengendalikan dirinya. Mereka menjaga lidahnya untuk tak memaki orang lain. Jika ia mengeluarkan satu saja kata makian, batallah seluruh ibadah hajinya tanpa ia bisa menebus dengan dam atau tebusan lainnya. Jika seorang jamaah haji membunuh seekor kutu misalnya, maka ia harus menebusnya dengan menyembelih seekor kambing. Tetapi jika ia mengatakan kata-kata kotor, berdebat, atau bertengkar, seluruh ibadahnya gugur tanpa bisa diganti oleh apapun. “Barangsiapa yang menjalankan kewajiban haji, tidak boleh ia berkata kotor, berbuat dosa, dan bertengkar pada waktu haji (QS Al-Baqarah; 197).

Maka disinilah diketahui, bahwa sebenarnya seluruh rangkaian ibadah haji adalah perjuangan yang tak kunjung henti. Jamaah haji senantiasa menghadapi godaan yang luar biasa. Diantara godaan yang paling besar adalah keterikatan, kelekatan, dan keterpautan pada rumah sendiri, yakni egonya, keakuannya.

Dan memang perjuangan melawan keakuan ini tidaklah gampang. Sehingga perjuangan melawan ego ini sangat menjadi konsens agama. Bahkan jika ada orang yang berangkat menuju Kakbah tanpa ada niat untuk memerangi hawa nafsunya, maka keberangkatanya adalah sia-sia. Al-Qur’an menyebutkan : “Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah teriakan dan tepuk tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan oleh kekafirannya itu (QS. Al-Anfal; 35). Dengan demikian orang yang berangkat haji tanpa disertai ruh perjuangan dinilai Al-Quran sama dengan orang kafir yang menggunakan Kakbah hanya sebagai tempat bertepuk tangan. Ini sebenarnya tak jauh dari contoh ketika orang mendatangi sebuah pertandingan Bola. Tak semua yang datang ke arena adalah para pemain yang ingin berjuang mengalahkan lawan. Yang kadang menarik, justru didatangkan gadis pemandu sorak yang hanya berteriak-teriak, bertepuk-tangan, dan bersorak-sorai. Para pemandu sorak itu tidak memperoleh apa-apa dari ibadah hajinya. Haji tak akan memberikan dampak apapun kepada pelakunya.

Sebagai kata pamungkas, mari kita perhatikan firman Allah, “kamu tidak akan memperoleh kebajikan (birr) kecuali kamu mendermakan sebagian dari hartamu yang kamu cintai” (QS 3:92). Ini artinya kebajikan adalah kepedulian sosial, dan bukan malah menghilangkan hak-hak sosial warga masyarakat dengan menyelewengkan APBD misalnya. Wallahua’lam bissawab.

(Pecinta Tafaqquh fiddin di Matholi’ul Anwar Simo Lmg)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun