Mohon tunggu...
Miftah Rahmah
Miftah Rahmah Mohon Tunggu... -

Aku adalah seorang perempuan yang seringkala dirundung duka, meski tanpa sengaja, disini saya mencari ilmu dan terus ingin belajar, terutama dalam hal tulis menulis, maka dari itu mohon kritik yang konstruktif, demi perbaikan setiap karya yang kami publikasikan..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kumpulan Catatan Harian

29 November 2012   16:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:28 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

REVOLUSI

Kami atas nama rakyat jelata mengadu pada sang penguasa

Tapi ternyata mereka telah tuli dan buta

Tidak pernah melihat dan merasakan apa yang kami rasakan.

Mereka hanya tahu mencari masa dengan segala cara

Bekerja atas nama rakyat, itu hanya dibibir saja

Kapan penguasa tahu kondisi rakyatnya

Yang menangis sambil berlari-lari

Mengais sampah busuk sisa penguasa

Kami tahu bahwa Tuhan

tidak akan merubah nasib suatu kaum

kalau kaum itu tidak mau merubahnya.

Kami minta pada mereka

Yang asyik diskusi disenayan

Jangan memberikan pelajaran yang tidak baik pada rakyat

Biar tidak ditiru oleh rakyat.

Jangan menindas rakyat,

karena penguasa lahir dari rakyat

hari ini kita butuh revolusi

dalam rangka penyegaran kembali

kalau tidak kami  akan unjuk gigi

inilah geraham kami yang mulai ompong

yang semakin hari tidak bertaring

kami sebagai rakyat kecil

sudah lelah meliahat perilaku birokrasi

yang hanya tahu bagaimana caranya meraih kursi

sementara mereka tidak tahu menjalankan fungsi.

Cita-cita kami hanya ingin menjadikan bangsa yang berbudi

Bukan bangsa yang tunggangi oleh kaum yahudi

Mengertilah, pahamilah bahwa ini adalah kata nurani

Siapa yang mendengar, merasakan, tentu tahu apa yang kami inginkan.

DOA

NASIONALISME

Saudara-saudaraku, mari kita berhenti sejenak

Tengadahkan tangan kita

Berdoa pada Tuhan

Semoga bangsa ini selamat dari adzab Tuhan

Walau tidak bisa dipungkiri

Telah terjadi kegoncangan yang luar biasa dibangsa ini

Mulai dari tsunami

Banjir bandang

Lumpur lapindo

Banjir dingin yang hampir menenggelamkan ibu kota

Dahsyatnya merapi meletus

Sampai terakhir bromo mulai meluapkan amarahnya

Semuanya telah menelan ribuan jiwa.

Ya….Tuhan kami

Engkaulah penerang bagi kami

Engkaulah penguasa diatas segala penguasa

Jangan biarkan kami hidup di Istana yang megah

Tapi menjadi penjara

Bukan itu yang kami inginkan,

Kami hanyalah ingin menghapus air mata karena dosa-dosa kami

Maafkan kami yang telah memilih umara’ hanya menjadi biang kerok

Tapi yang pasti kami sudah berusaha yang sesuai dengan keinginan-Mu

Oh…Tuhan

Kami mohon pada-Mu berilah petunjuk pada mereka yang mulai korup

Mereka yang mulai menggadaikan keimanan

Mereka yang mulai gila dengan harta dan wanita serta tahta

Dan mereka yang tak lagi mempunyai semangat untuk memperbaiki bangsa ini

Ya,,,Tuhan kami

Berilah petunjuk pada mereka yang lupa pada saudara-saudarnya

Yang fakir miskin, dzuafa’ dan kaum jelata

Doa kami hanya untuk negeri tercinta

Yang  hijau dan kaya akan sumber alamnya.

Senyum Keabadian

Dikala malam semakin sunyi

Kurebahkan tubuh ini diantara

Sepi sang waktu menyelimuti.

Rintik-rintik hujan menutupi bintang

Kilat membelah langit

Guntur menggemparkan kesunyian

Sejenak aku terdiam

Disaat tarian gemulai sang bidadari

Menaburkan Senyum keabadian.

Air mata telah menjadi pelipur lara

Duka telah menjadi penyejuk jiwa

Indahnya kematian

Ditengah keterasingan

Telah membuka tabir-tabir rahasia

Antara cinta, luka dan air mata

Begitu molek dan indah wajah yang kau tampakkan

Walau itu acapkali menjadi tipuan

Topeng-topeng kemunafikan

Dibungkus oleh senyum tak bermakna

Bahwa kau sangat cinta, namun tak mampu berkata

Gerak tubuhmu menjadi pertanda

Gaya bahasa menjadi luka

Jangan berteriak pada Tuhan

Dikala jiwamu ternodai

Lebih baik diam saja

Karena berteriak pun tidak berguna.

Tersenyumlah para musafir

Meski luka menyayat jiwa

Senandung Syair Cinta

Gemetar suaramu telah menggetarkan spritualku

Bait-bait itu begitu indah terdengar saat kau bacakan

Dan perasaanku terhanyut dan tenggelam diantara fakta dan imaji

Wahai kekasihku dengarlah alunan musik jiwaku

Yang terus merintih dalam ketidakberdayaan

Dan berkata Kau masih ku puja

Siapapun engkau

Entah berbentuk berhala

Sang hyang widi

Anak, ibu dan bapak

TUHAN

Aku tersesat dalam buaianmu

Terkapar dalam jemari lembutmu

Tertidur diantara suka dan luka

Ingin aku robek dinding-dinding besar itu

yang telah memisahkan kita

karena aku hanya ingin bercinta denganmu

masihkah kau membuka tanganmu yang indah dan lembut

lalu memelukku dengan erat

menciumku dengan hangat

dan berkata akulah bidadarimu yang datang dari surga

menyampaikan pesan Tuhan

dalam bait-bait senandung cinta.

DUKA YANG MENDALAM

Tengadah doa terus kami panjatkan padamu Tuhan

Entah sampai kapan cobaan ini akan berakhir,

Hari-hari terus di rundung duka

Air mata tak pernah sirna dari kelopak kedua mataku.

Menangislah dan terus menjerit

Sebab cinta yang penuh dengan luka

Abadi untuk selamanya.

Hamba hanyalah makhluk biasa yang tak pernah lepas salah dan dosa

Tapi apakah kemudian engkau rundung makhluk-makhluk tak berdosa

Karena ulah kita

Yang selalu serakah

Yang tak pernah puas

Hingga engkau porak-porandakan wasior dengan banjir bandang

Hingga kau tenggelamkan mentawai dengan tsunami

Dan kau hanguskan Jogjakarta

Dengan meletusnya merapi.

Astagfitullah heladzim

Astagfitullah heladzim

Astagfitullah heladzim

Baru selalu ku ingat Asma_Mu

Ketika bencana melanda bangsaku.

Jember, 12 November 2010

BINTIK-BINTIK HITAM DITUBUHKU

Aku yakin kita tidak pernah sempurna

Karena kesempurnaan terus dipupuk untuk menjadi sempurna.

Apalagi bangsaku yang begitu besar dengan bentuk pulau-pulau

Begitu sulit menjadi bangsa yang baik

Hingga kita tidak pernah berhenti di rundung duka.

Apapun alasannya

Tuhan maha kuasa diatas segalanya.

Oh….ya Rob

Ku coba mengambil nafas dalam-dalam atas semua peristiwa yang terjadi

Merenungi untuk menjadi segumpal pelajaran.

Kini ku hanya meniti harapan walaupun  terseok-seok.

Entah kapan harapan itu menjadi sesuatu yang ku harapkan.

Hanya engkau tumpuan hidup diatas perjalanan panjangku.

Doaku tak pernah berhenti untukmu saudaraku

Hapuslah air matamu

Karena air mata itu tidak akan pernah menghapus dukamu

Mulailah menjadi bangsa yang baik

Biar rakyat semakin baik.

Bersihkan noda-noda hitam yang tak pernah usai

Semuanya tergantung padamu pemimpinku yang ideal.

Jember, 12 November 2010

HENING

Tak lagi terdengar burung-burung berkicau dengan merdu

Sebab hutan telah menjadi kota.

Tahukah engkau seperti apa kota itu?

Dimana-mana sudah berdiri pabrik-pabrik

Hotel dengan megahnya

Dan mall tempat manusia berduit untuk shopping

Itulah kota yang disebut dengan kota industri.

Suasanapun memanas

Bukan hanya alam

Tapi juga pikiran

Tenggelam dalam arus gelombang magnetik

yang terus bersitegang.

Kesalahan seseorang terus dicari-cari

Sehingga setiap hari selalu berkelahi.

Nurani tak lagi dihiraukan

Sebab yang bicara adalah kepentingan.

Lalu kapan damai hidup berdampingan itu akan terealisasikan

Hanya omong kosong

Dan wacana yang membubarkan keheningan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun