Keputusan Presiden Jokowidodo untuk memilih K.H. Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada pemilihan umum (pemilu) tahun 2019 begitu mengejutkan masyarakat (9-8-2018). Inisial M yang telah dilontarkan oleh politisi partai PPP, muhammad romahurmuziy adalah K.H. Ma'ruf Amin.Â
Beliau merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang kini menjabat sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MU'I). Koalisi partai pendukung Presiden Jokowi memilih pasangan nasionalis-religius.
Pertanyaan saya sekarang, mengapa Presiden Jokowi tidak memilih Mahfud MD? Itulah yang sekarang masih mengganjal dibenak saya. Secara popularitas Mahfud MD itu lebih dikenal oleh masyarakat. Karena beliau sering diundang sebagai pengamat pada acara-acara televisi tentang masalah hukum yang terjadi di Indonesia.
Beliau tidak duduk pada posisi struktural pengurus besar nahdlatul ulama (PBNU). Namun beliau mengaku sebagai nahdliyin (warga NU). Beliau pernah dipercayai oleh mantan Presiden Abdurrahman Wahid untuk menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada Kabinet Persatuan nasional. Menurut penuturannya di televisi. Saat itu beliau menjadi dosen di universitas daerah jogja.Â
Beliau ditelpon langsung oleh Gus Dur untuk menerima jabatan sebagai Menteri. Menurutnya jabatan sebagai menteri sangat istimewa. Karena tidak sembarang orang bisa mendudukinya. Mungkin harus bergelar akademik tinggi dulu seperti gelar Profesor.
Jabatan sebagai ketua mahkamah konstitusi juga pernah diembannya (2008-2013). Mahfud MD juga dikenal sebagai pejabat yang bersih. Belum ada kasus-kasus hukum yang menjeratnya. Berita yang beredar dimasyarakat selama beberap hari terakhir mengerucut ke nama Mahfud MD.Â
Namun kejutan terjadi, Mahfud MD harus legowo untuk menerima keputusan Presiden yang memilih K.H Ma'ruf Amin sebagai calon wakilnya pada pilpres tahun 2019 nanti.
Mungkin koalisi partai pendukung Presiden Jokowi mempunyai pandangan lain terhadap pilpres pada tahun 2019. Menurut pendapat saya ada perasaan trauma bagi pengurus partai PDI-Perjuangan pada pilkada DKI Jakarta.Â
Saat itu pasangan yang didukungnya Ahok-Jarot tidak bisa memenangkan pilkada DKI Jakarta. Padahal sebelum pilkada berlangsung, berbagai lembaga survey lebih mengunggulkan pasangan Ahok-Jarot untuk memenangkannya dari kandidat lain.
Namun isu agama yang berkembang dimasyarakat bisa mengubah pilihan rakyat. Isu Video penistaan agama yang menyebar dengan cepat di youtube. Hal tersebut berhasil menurunkan popularitas pasangan Ahok-Djarot saat itu. Akhirnya pada saat hari-h pemilihan. Pasangan Anies-Sandi berhasil memenangkan pemilukada DKI Jakarta.Â
Penghitungan hasil cepat quick qount di berbagai televisi menunjukkan hasil yang sama. Lalu pada hasil akhir rekapitulasi suara di KPU juga memenangkan pasangan Anies-Sandi. Sehingga Anies-Sandi dilantik oleh Kemendagri sebagai Gubernur dan wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2021.